ICW Minta Hakim Tipikor Jatuhkan Hukum Maksimal untuk Jero Wacik
Diketahui, Jero Wacik, dijerat dengan tiga dakwaan sekaligus dan dituntut oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta akan memutuskan lama hukuman penjara bagi mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik Kamis (4/2/2016) besok.
Diketahui, Jero Wacik, dijerat dengan tiga dakwaan sekaligus dan dituntut oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), selama sembilan tahun penjara ditambah denda Rp350 juta subsider empat bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp18,79 miliar.
Jaksa menduga Jero sengaja menyalahgunakan Dana Operasional Menteri (DOM) dan menerima gratifikasi. Jaksa KPK memperhitungkan posisi Jero Wacik sebagai menteri aktif dalam kabinet Indonesia Bersatu II ketika melakukan korupsi.
Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter mengatakan, berbeda dengan terdakwa korupsi lainnya, dalam perkara Jero Wacik, sejumlah tokoh memberikan kesaksian atau keterangan yang meringankan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam kesaksian tanggal 14 Januari 2016 menyebutkan bahwa dana operasional menteri dibutuhkan oleh pejabat tinggi setingkat menteri, karena keterbatasan gaji yang diterima.
Jero dalam pembelaannya (pledooi) pada Kamis, 28 Januari 2016 lalu juga melampirkan beberapa dokumen dalam nota pembelaannya termasuk surat dari presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, berisi tentang kinerja Jero Wacik di bawah kepemimpinan SBY selama sepuluh tahun (2004-2014).
Mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Alwi Shihab, dan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo juga memberikan kesaksian yang meringankan.
"Mengingat yang memberikan saksi yang meringankan adalah beberapa tokoh politik yang memiliki pengaruh kuat, pengadilan harus bisa memastikan bahwa pemberian vonis terhadap terdakwa hanya berpegang pada fakta dan bukti yang kuat," kata Lola dalam keterangan yang diterima, Rabu (3/2/2016).
Dirinya menyebutkan, independensi hakim harus tetap dijaga sehingga hakim tidak boleh terpengaruh oleh posisi Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden, karena yang bersangkutan hadir sebagai saksi dan bukan sebagai Wakil Presiden.
"Dengan memperhatikan seluruh kesaksian dan pembuktian di persidangan, maka sudah sepatutnya hakim tetap objektif dan tidak ragu menjatuhkan hukuman yang maksimal atas tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Jero Wacik," katanya.
Dia menjelaskan, dalam perkara Jero Wacik, dan semestinya juga untuk kasus korupsi yang lain, hakim harus berani memutus sama atau bahkan lebih tinggi dari tuntutan Jaksa.
"Sudah banyak kasus dimana dalam perkara korupsi, hakim berani memutus sama atau lebih tinggi dari Jaksa," katanya..
Lola berharap, dengan memberikan hukum yang setimpal dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa, diharapkan timbul efek jera, selain karena pertimbangan nilai kerugian negara dan suap yang diterima serta posisi ia sebagai Menteri ESDM dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata - ketika ia diduga melakukan korupsi, yang harusnya menjadi panutan masyarakat Indonesia untuk melawan korupsi.
Untuk itu, ICW meminta Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam memutus perkara dengan terdakwa Jero Wacik untuk, memutus secara adil dengan mempertimbangkan seluruh keterangan saksi dan fakta yang sudah disampaikan di muka persidangan dan tidak terpengaruh oleh kehadiran Jusuf Kalla maupun keterangan mantan Presiden atau Menteri.
"Berani memutus sama dengan tuntutan Jaksa sembilan tahun penjara, atau bahkan lebih tinggi," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.