Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Usai Diperiksa Novanto Kembali Sangkal Minta Saham

Saya tidak pernah meminta saham dan tidak pernah mencatut nama presiden dan wakil presiden

Penulis: Valdy Arief
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Usai Diperiksa Novanto Kembali Sangkal Minta Saham
Valdy Arief/Tribunnews.com
Setya Novanto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usai memberikan keterangan terkait dugaan permufakatan jahat dalam rekaman pembicaraan yang melibatkannya, mantan Ketua DPR Setya Novanto kembali menyangkal dirinya meminta saham dari mantan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin.

Selain itu, Politisi Partai Golkar itu, turut membantah mencatut nama presiden untuk meminta sejumlah saham.

"Saya tidak pernah meminta saham dan tidak pernah mencatut nama presiden dan wakil presiden, dan semuanya itu tidak benar," kata Setya Novanto usai menjalani proses pemberian keterangan di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (4/2/2016).

Menurut Novanto, selama pemeriksaan yang berlangsung dari 08.04 WIB hingga sekitar 14.50 WIB, dirinya menyampaikan hal tersebut.

Anggota DPR daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur itu juga menyatakan siap untuk kembali hadir pada pemberian keterangan selanjutnya.

Kasus yang awam dikenal dengan Skandal Papa minta saham, bermula saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).

Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu mantan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid dari sebuah rekaman pembicaraan.

Berita Rekomendasi

Dalam pertemuan tersebut, terindikasi politisi Partai Golkar itu mencatut nama presiden guna meminta sejumlah saham PLTA Urumka, Papua yang tengah dibangun PT FI dan berjanji memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.

Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas