Adu Mulut Warnai Penyampaian Aspirasi Kasus Novel, Samad, dan Bambang di Kejagung
"Kami ingin bapak menandatangani ini agar pelaporan ini tidak sebatas peristiwa seremonial tanpa tindak lanjut,"
Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sempat terjadi ketegangan antara seorang pelapor dan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto.
Ketegangan terjadi ketika proses pelaporan terkait kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan penyidik KPK Novel Baswedan hampir selesai.
Fikri, seorang perwakilan mahasiswa yang ikut menyampaikan aspirasi kepada Kejaksaan sempat mendesak bila laporan yang diterima kejaksaan bukan hanya seremonial semata.
Fikri meminta Amir menandatangani pernyataan agar pelaporan mereka tidak sebatas proses seremonial.
Namun, Amir menolak yang akhirnya perdebatan pun terjadi.
"Kami ingin bapak menandatangani ini agar pelaporan ini tidak sebatas peristiwa seremonial tanpa tindak lanjut," kata Fikri, pewakilan Aliansi Mahasiswa yang ikut dalam pelaporan tersebut.
Amir yang menolak menandatangi, karena dipaksa beberapa kali, meninggikan nada suaranya.
"Masalah tanda tangan saya tidak mau. Itu bukan kewenangan saya," kata Amir Yanto dengan nada suara yang tinggi.
Dalam surat yang dibawa dengan map merah, intinya, pihak Kejaksaan Agung diminta untuk memastikan tidak akan memberikan deponering terhadap kasus Novel Baswedan, Bambang Widjojanto, dan Abraham Samad.
Menurut Amir, adanya tiga kemungkinan tindak lanjut terhadap kasus tersebut.
Kemungkinan pertama perkara tersebut di deponering atas pertimbangan kepentingan publik.
Kedua, kemungkinan diterbitkannya SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) terhadap kasus tersebut.
Ketiga, kemungkinan berkas perkara dikembalikan karena tidak cukup bukti.