Waspada, Para Pengusaha Ingin Revisi UU KPK Terkait Korupsi Sumber Daya Alam
Unsur swasta khususnya para mafia sumber daya alam ternyata merupakan satu elemen yang sangat menginginkan revisi UU KPK.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Gusti Sawabi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Tidak hanya para politikus atau partai politik yang berkepentingan agar Revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dilakukan.
Unsur swasta khususnya para mafia sumber daya alam ternyata merupakan satu elemen yang sangat menginginkan revisi UU KPK.
Koordianator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengungkapkan praktik suap sangat marak terjadi terkait proses izin sumber daya alam termasuk perkebunan, pertambangan, dan lain-lain.
"Kepentingan untuk revisi Undang-Undang KPK tidak semata-mata hanya dari politisi tapi datang dari swasta di sektor sumber daya alam yang selama ini terlibat suap menyuap," kata Emerson di kantornya, Jakarta, Sabtu (20/2/2016).
Kekhawatiran Emerson didasarkan pada salah satu poin revisi UU KPK yakni terkait penyadapan. Dalam draft revisi tersebut disebutkan penyadapan harus izin Dewan Pengawas.
Padahal, kata dia, beberapa kasus yang selama ini ditangani KPK termasuk korupsi di bidang sumber daya alam tertangkap dari penyadapan yang tidak memerlukan izin.
"Pasti akan lebih sulit untuk diungkap karena upaya-upaya proses penyadapan harus melalui mekanisme berlapis karena ke dewan pengawas," kata Emerson.
Tahun 2012, KPK menangkap Bupati Buol Amran Batalipu dari hasil penyadapan. Amran saat itu menerima suap dari pengusaha Hartati Murdaya.
"Selama ada KPK ruang gerak mereka menjadi sulit. Selama KPK berwenang melakukan penyadapan, ruang mereka untuk menyuap akan sulit, ungkap Emerson.
Dari data Koalisi Antimafia Sumber Daya Alam, KPK telah melakukan penindakan sedikitnya tujuh kasus korupsi di bidang sumber daya alam. Perkara tersebut antara lain:
1. Penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) pada 15 perusahaan yang tidak kompeten dalam bidang kehutanan.
2. Menerbitkan izin pemanfaatan kayu (IPK) untuk perkebunan sawit di Kalimantan Timur, dengan tujuan semata untuk memperoleh kayu.
3 Pengadaaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementrian Kehutanan yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 89 miliar.
4. Suap terhadap anggota dewan terkait dengan Pengadaaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementrian Kehutanan dan alih fungsi lahan.
5. Suap terkait alih fungsi hutan lindung seluas 7.300 hektar di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
6. Suap terkait alih fungsi lahan hutan mangrove untuk Pelabuhan Tanjung Api-Api, Banyuasin, Sumatera Selatan.
7. Dugaan suap terkait pemberian Rekomendasi HGU Kepada Bupati Buol oleh PT Hardaya Inti Plantation.
Dari perkara-perkara tersebut, tercatat sedikitnya 23 orang aktor telah diproses oleh KPK, diadili dan divonis oleh pengadilan tipikor dan mayoritas telah menjalani pidana penjara di lembaga pemasyarakatan.
Mereka terdiri dari 14 orang dari lingkungan eksekutif (mantan kepala daerah, pejabat dinas/kementrian kehutanan atau dinas kehutanan provinsi), 6 orang dari politisi/legislatif dan 3 orang dari pihak swasta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.