Hanura Tuding KPU Persulit PAW Dewie Yasin Limpo
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dianggap mempersulit proses pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Fraksi Hanura dari Dewie Yasin Limpo kepada Mochtar T
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Adi Suhendi
![Hanura Tuding KPU Persulit PAW Dewie Yasin Limpo](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/sidang-korupsi-pembangunan-listrik-deiyai_20160128_230830.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dianggap mempersulit proses pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Fraksi Hanura dari Dewie Yasin Limpo kepada Mochtar Tompo.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Hanura Dimas Hermadiansyah.
Dikatakan dia, KPU hingga saat ini tidak menjawab surat Ketua DPR perihal nama peraih suara terbanyak kedua setelah Dewie, sehingga PAW belum dapat dilakukan.
"Jadi atas surat dari pimpinan DPR, jawaban KPU menyatakan belum dapat memberikan nama," kata Dimas di Jakarta, Rabu (2/3/3016).
Alasan tersendatnya PAW, dikarenakan ada surat pernyataan dari Dewie Yasin Limpo bahwa dirinya akan mengajukan keberatan ke mahkamah partai.
"Padahal sudah diputuskan. Mau disidang berkali-kali, tetap saja Ibu Dewie dipecat," ucapnya.
Dimas menjelaskan surat telah dilayangkan kepada KPU dari pimpinan DPR pada 19 November 2015 lalu.
Setelah sebelumnya menerima surat dari DPP Partai Hanura yang menyatakan Badan Kehormatan Hanura telah memberhentikan Dewie dari status keanggotaan di partai dan di DPR pada 22 Oktober 2015.
Dimas juga menilai, KPU seolah-olah memerlihatkan mereka di bawah kendali Dewie.
Apalagi KPU tidak memberi batas waktu bagi Dewie menunjukkan bukti kalau dirinya menggugat ke mahkamah partai.
Karena itu kemudian fraksi Hanura di DPR tertanggal 14 Desember 2015 kembali menyurati pimpinan DPR mempertanyakan proses PAW.
Surat dilayangkan setelah sebelumnya ada permintaan dari Ketua Umum Wiranto.
Pimpinan DPR pada hari yang sama, kembali menyurati KPU.
Isinya, menyatakan proses PAW sudah sesuai azas perundang-undangan yang berlaku.
Karena itu DPR hanya butuh nama peraih suara terbanyak kedua.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.