Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menteri Yuddy Harus Lihat Sikap Mashudi Sebagai Ekspresi Ketidakpuasan Guru Honorer

"Lihat substansi dari apa yang dikatakan terkait dengan kebijakan yang menimbulkan ketidakpuasan,"

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Menteri Yuddy Harus Lihat Sikap Mashudi Sebagai Ekspresi Ketidakpuasan Guru Honorer
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ratusan Guru honorer K2 melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (10/2/2016). Dalam aksinya mereka menuntut Presiden Joko Widodo serta Menpan RB Yuddy Chrisnandi untuk segera mengangkat seluruh guru honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - SMS ancaman yang dikirim seorang guru honorer di Brebes perlu disikapi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi.

Sebagai pejabat tinggi negara, Yuddy perlu mendalami substansi munculnya pesan singkat bernada ancaman tersebut.

Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) Edy Suandi Hamid mengatakan tak perlu melihat siapa dan dengan cara apa dia mengatakan.

 "Lihat substansi dari apa yang dikatakan terkait dengan kebijakan yang menimbulkan ketidakpuasan," kata Edy kepada Tribun, Rabu (9/3/2016).

Pemerhati pendidikan ini pun mengatakan, perlu dilihat bahwa sikap itu muncul sebagai ekspresi atas kebijakan yang dirasa tidak adil atau menggantung para guru honorer.

"Ini masalah klasik, yang bisa saja merupakan fenomena gunung es (ice berg)."

BERITA REKOMENDASI

"Hanya satu dua yang berani bicara tetapi sebetulnya di bawah permukaan ada ribuan persaaan yang sama. Ini yang harus didalami Menpan," katanya.

Ia pun mencontohkan dalam konteks pendidikan tinggi yang selama belasan tahun terlibat dalam memimpin perguruan tinggi atau asosiasi perguruan tinggi.

Sering ada kebijakan yang dikeluhkan sebagain besar perguruan tinggi.

Namun hanya segelintir yang berani memberikan kritik atau bersikap.

"Ini artinya suara segelintir itu bisa saja mewakili jeritan silent majority," katanya.

Meskipun demikian, peristiwa tersebut pun perlu diambil sebuah pembelajaran.

Orang harus bisa menggunakan teknologi informasi dan media sosial secara bermanfaaat.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas