Formappi: DPD Tak Layak Dipertahankan
Rapat sidang paripurna DPD, Kamis (17/3) sempat diwarnai kericuhan, karena adanya permintaan masa jabatan pimpinan DPD
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat sidang paripurna DPD, Kamis (17/3) sempat diwarnai kericuhan, karena adanya permintaan masa jabatan pimpinan DPD hanya berlangsung selama 2,5 tahun.
Peneliti Formappi Lucius Karus menilai kericuhan itu menambah ketidakpercayaan publik pada DPD.
"Bukan salah publik jika menilai DPD tak layak untuk dipertahankan. DPD sendiri yang gagal meyakinkan publik mengenai urgensi keberadaannya," kata Lucius ketika dikonfirmasi, Jumat (18/3/2016).
Lucius mengatakan, keributan yang menghiasi rapat paripurna DPD mengagetkan. DPD mencuri perhatian publik, bukan dengan sajian aneka keberhasilan dalam memperjuangkan aspirasi daerah melalui usulan-usulan kebijakan strategis.
"Akan tetapi mereka menyuguhkan drama perebutan kursi di internal mereka," imbuhnya.
"Tentu saja siapapun masyarakat pasti akan terhenyak. Bagaimana bisa di perjalanan yang sudah lebih dari setahun tiba-tiba riak internal DPD mencuat untuk merebut kursi pimpinan?" tambahnya.
Menurut Lucius, pemandangan pada sidang paripurna
memperlihatkan watak anggota DPD yang beda-beda tipis dengan DPR.
Ia menilai dua lembaga yang menjadi manifestasi sistem bikameral itu gagal memperlihatkan jati diri lembaga melalui pertarungan gagasan, pertarungan memperjuangkan kepentingan rakyat, dan gagal bersaing secara fair melalui hasil kerja.
"Jika DPR cukup sukses mengelabui kegagalan-kegagalan kinerjanya, DPD malah seolah-olah hanya bisa menelanjangi diri dengan langkah-langkah yang menjadi bumerang bagi penguatan lembaga tersebut secara politis," katanya.
Apalagi, DPD malah terjebak pada urusan perebutan kekuasaan di internal. Ia pun mengatakan publik tidak bisa berharap banyak dari lembaga ini jika urusan utama masih soal hasrat berkuasa. "Apakah jabatan pimpinan begitu urgen bagi fungsi DPD sebagai wakil daerah?" tanyanya.
Sesungguhnya upaya memperkuat kewenangan DPD terus diupayakan, katanya, tetapi perjuangan itu menjadi kurang menggigit karena laku anggota DPD yang mengecewakan.
Ia menuturkan keributan paripurna hanya karena urusan ingin menggantikan pimpinan seharusnya diselesaikan melalui musyawarah dan mufakat. DPD mesti bisa memperlihatkan keutamaan sikap yang lebih arif dan bijak dalam menyelesaikan masalah.
"Hanya dengan begitu mereka bisa memikat simpati publik. Dan hanya dengan cara itu pula DPD bisa menjadi simpul gerakan bersama untuk memperkuat kewenangan mereka," katanya.