Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bakamla RI: Pengelolaan Maritim Memasuki Masa Krusial

Contoh sederhana itu, dijelaskan lebih lanjut, dapat memicu konflik kepentingan antar berbagai pemangku kepentingan.

Editor: Robertus Rimawan
zoom-in Bakamla RI: Pengelolaan Maritim Memasuki Masa Krusial
IST
Deputi Informasi, Hukum dan Kerjasama Badan Keamanan Laut RI (Inhuker Bakamla RI), Laksamana Muda Maritim Eko Susilo H dalam penjelasannya kepada para peserta Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan di Pontianak, Rabu (16/3/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Perlu segera diadakannya koordinasi tata ruang kelautan agar pemanfaatan ruang kelautan termasuk sumberdaya yang ada di dalamnya dan kekayaan hayati dapat optimal.

Dengan luas wilayah laut sebesar 5,8 juta km2, tata ruang kelautan akan mendorong kegiatan di laut lebih efektif, efisiensi dan strategis.

Demikian diungkapkan Deputi Informasi, Hukum dan Kerjasama Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Inhuker Bakamla RI), Laksda Maritim Eko Susilo H kepada para peserta Focus Group Discussion (FGD) di Pontianak, Rabu (16/3/2016) dalam keterangannya pada Tribunnews.com.

Dengan mengambil tema “Melalui Pengelolaan Ruang laut Secara Terpadu Mewujudkan Poros Maritim Dunia”, FGD dimoderatori oleh Laksda TNI (P) Susanto yang menjabat sebagai Staf Ahli Bakamla RI (Pokja) Tata Ruang Laut.

Oleh Eko Susio dijelaskan bahwa pengelolaan maritim sedang memasuki masa-masa krusial di antaranya adalah terkait dengan pengelolaan tata ruang kelautan yang hingga saat ini masih bersifat sektoral dan berakibat pada tumpang tindih.

Tumpang tindihnya pengelolaan ruang kelautan Indonesia ini juga diakibatkan belum adanya platform bersama dari para pemangku kepentingan secara nasional.

"Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dengan dengan wilayah laut yang begitu luas sebesar 5,8 juta kilometer persegi. "

"Tanpa adanya tata kelola untuk tata ruang kelautan wilayah laut yang begitu luas tersebut tidak memiliki arti. Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia hanya bisa terwujud jika pengelolaan tata ruang kelautan juga terintegrasi," kata Eko.

Eko Susilo mengambil contoh, belum adanya kesepakatan penggunaan kawasan laut sebagai wilayah latihan tempur bagi TNI AL.

Bisa jadi pihak TNI menetapkan wilayah tertentu sebagai area latihan militer sementara pemimpin daerah tersebut tidak mengetahui sama sekali dan telah menetapkan sebagai daerah tangkapan ikan.

Contoh sederhana itu, dijelaskan lebih lanjut, dapat memicu konflik kepentingan antar berbagai pemangku kepentingan.

Sumber dari konflik kepentingan tersebut karena ketiadaan koordinasi di antara para pemangku.

"Bakanmla menginginkan dua goal yang akan dicapai dengan tata ruang kelautan itu yakni, terbangunnya keamanan laut dan pengelolaan laut yang sedemikian rupa sehingga dapat dikelola untuk kesejahteraan rakyat," kata Deputi INHUKER tersebut.

Dalam FGD mencuar beberapa persoalan yang aktual.

Berita Rekomendasi

Di Kalimantan Barat, sebagai contoh, disayangkannya belum adanya pelabuhan laut yang berskala internasional.

Akibatnya, sumber daya provinsi yang berkualitas ekspor harus transit di pelabuhan lain, baru kemudian dilanjutkan ke negara importir dan tentu menjadi masalah dalam usaha tersebut termasuk di dalamnya ineffisiensi.

Pelabuhan yang sekarang ada, Pelabuhan Dwikora, merupakan pelabuhan sungai yang letaknya di dekat muara dan merupakan peninggalan pemerintah Belanda. Kondisi ini sangat membatasi keluar-masuknya kapal, apalagi harus menyesuaikan dengan kecilnya alur pelayaran dan ketergantungan terhadap pasang-surut air laut.

Untuk mengekspor ikan ke Tiongkok, barang dari dari Kalimantan Barat harus diberangkatkan ke pelabuhan di Pulau Jawa terlebih dahulu.

Begitu juga dengan ekspor crude oil palm (CPO) yang harus singgah dulu di Pelabuhan Dumai, baru diberangkatkan ke negara pengimpor.

Oleh karena itu, pengelolaan tata ruang laut oleh otoritas provinsi kini sudah diperluas.

Sebelumnya, kewenangan kelola di tingkat kabupaten seluas wilayah nol hingga 4 mil dari bibir pantai dan kewenangan di level provinsi untuk zona 4 hingga 12 mil.

Terkait dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, kini kewenangan otoritas provinsi menjangkau zona sejak nol hingga 12 mil dari bibir pantai.

Menurutnya, Kalimantan Barat sedang mempersiapkan regulasi daerah untuk membagi zona nol hingga 4 mil sebagai kawasan konservasi ikan yang tidak boleh dirambah nelayan.

Aktivitas nelayan akan diizinkan di zona 4 hingga 12 mil dari bibir pantai. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas