DPD RI: Kunci Penundaan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Terletak Pada Perbaikan Tata Kelola
DPD RI meminta pemerintah dan pihak manajemen BPJS untuk menunda kenaikan iuran yang akan berlaku nasional mulai pada April 2016 tersebut.
Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Wahid Nurdin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua DPD RI, Farouk Muhammad meminta pemerintah dan pihak manajemen BPJS untuk menunda kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Ia sangat menyayangkan iuran tersebut dibebankan kepada konsumen.
“Jangan karena salah manajemen, lalu defisit satu tahun dibebankan pada konsumen. Ini logika penyelenggara pelayanan publik macam apa? Harus diingat bahwa BPJS Kesehatan bukanlah produk komersial, melainkan sistem jaminan sosial kesehatan yang menjadi tangung jawab negara dan diatur oleh UU demi kesejahteraan rakyat," ucapnya, Senin (28/3/2016).
Jika awal April 2016 iuran baru diberlakukan, menurutnya BPJS lebih parah dari perusahaan swasta, sebab para konsumen pasti akan lari bila harga premi naik hanya dalam satu tahun.
Farouk yang pernah menjabat Ketua Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI 2010 - 2014 ini
menegaskan bahwa perbaikan tata kelola adalah kunci dari penyelesaian masalah ini.
“Perbaiki dulu tata kelola BPJS Kesehatan, jangan tumpang tindih dengan Kartu Indonesia Sehat atau Jamkesda. Masyarakat di beberapa daerah, misalnya di Jawa Timur, malah lebih mengapresiasi Jamkesda daripada BPJS. Ini menandakan adanya kelemahan pengelolaan BPJS,” tegas senator asal Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut.
Dirinya juga mengkhawatirkan, tanpa adanya perbaikan tata kelola, defisit penyelenggaraan akan terus berlangsung dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dapat terjadi tiap tahunnya.
Mantan Sekretaris Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) ini meminta agar penyelenggara BPJS Kesehatan terlebih dahulu melakukan konsultasi publik yang luas agar pemerintah bisa menjelaskan secara detail alasan kenaikan iuran.
Ia juga mengingatkan bahwa rekan-rekannya di Komisi IX DPR RI juga secara tegas, tidak menyetujui kenaikan iuran tersebut dan meminta pemerintah mencabut Peraturan Presiden No. 19/2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 12/2014 tentang Jaminan Kesehatan.
“Sebagai pelayanan publik, iuran BPJS Kesehatan harus memperhatikan aspek lain, yakni kondisi ekonomi masyarakat. Saat ini terjadi perlambatan ekonomi makro yang harus diperhitungkan,” jelasnya.
Farouk, yang pernah menjabat sebagai Gubernur PTIK dan Rektor Universitas Bung Karno, juga menduga bahwa buruknya pelayanan BPJS Kesehatan menjadi salah satu faktor ketidakrelaan masyarakat akan kenaikan iuran tersebut.
“Sampai hari ini terdapat sekitar 49.000 laporan dan keluhan terkait pelayanan BPJS Kesehatan di situs lapor.go.id dan saya juga seringkali menerima keluhan tersebut dari masyarakat selama ini,” pungkasnya.
Sebagai Informasi, pemerintah berencana menaikkan iuran peserta Mandiri melalui Peraturan Presiden nomor 19 Tahun 2016 Tentang Jaminan Kesehatan dengan ketentuansebagai berikut: Kelas I naik dari Rp 59.500 menjadi Rp 80.000, Kelas II naik dari Rp 42.500 menjadi Rp 50.000, Kelas III naik dari 25.500 menjadi Rp 30.000, sedangkan besaran iuran untuk mereka yang disubsidi (Penerima Bantuan Iuran/PBI) naik dari Rp.19.225 menjadi Rp.23 ribu.