Pansus Terorisme Kritisi Draft RUU Soal Masa Penahanan
Panitia Khusus revisi Undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme mengkritisi draft yang diajukan pemerintah.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Khusus revisi Undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme mengkritisi draft yang diajukan pemerintah.
Hal itu terkait dengan proses penahanan hingga penuntutab terduga teroris.
Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii mempertanyakan masa penahanan hingga penuntutan yang diperpanjang apakah sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Di UU nomor 15 tahun 2003, dari proses penahanan sampai penuntutan diberikan waktu 180 hari namun dalam draft revisi yang diajukan total waktunya selama 510 hari," kata Syafii di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Untuk itu, Pansus akan melakukan kajian
secara hati-hati dan komprehensif terkait hal tersebut. Politikus Gerindra itu menuturkan semangat Pansus dalam revisi UU Terorisme adalah penegakkan hukum namun tetap ada perlindungan HAM terhadap terduga teroris.
Menurutnya, pansus akan melihat apakah dengan penambahan kewenangan itu bisa menjamin HAM, kalau bisa maka akan diakomodir.
"Namun apabila melalui penambahan kewenangan itu makin terjadi pelanggaran HAM maka tidak kami akomodir," katanya.
Syafii menuturkan pihaknya melihat perang terhadap terorisme harus terus berlanjut namun tetap dalam koridor penegakkan hukum dan perlindungan HAM.
Ia mengungkapkan diawal revisi UU Terorisme, pemerintah menginginkan adanya hak yang lebih terutama dalam penindakan namun menjadi blunder ketika kasus tewasnya terduga teroris, Siyono.
"Kasus Siyono lalu menjadi opini yang disebut berlebihan sehingga dua titik ini kami pertemukan dalam titik yang sama, yaitu perang teroris dilanjutkan namun tidak dengan pelanggaran hukum dan harus menghormati HAM," katanya.