PN Jakarta Pusat Belum Tahu Kasus Suap Edy Nasution
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat belum mengetahui kasus yang tengah ditangani Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat belum mengetahui kasus yang tengah ditangani Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution.
Humas PN Jakarta Pusat, Jamaludin Samosir menyebut, pihaknya pun tidak mengetahui kasus tersebut telah didaftarkan untuk peninjauan kembali.
"Belum tahu kita itu kasusnya. Jadi pengajuannya juga belum jelas itu, biasanya kan didaftar dulu. Belum didaftar," kata Jamaludin di Jakarta, Kamis (21/4/2016).
Bukan hanya itu, Jamaludin mengaku belum pernah mendengar nama PT Paramount Enterprise International. Padahal kantor perusahaan tersebut telah digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi usai penangkapan Edy.
"Nanti saya cek dulu lah ya. Belum jelas itu pengajuannya," kata Jamaludin.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengonfirmasi uang suap sebesar Rp 50 juta yang diterima Edy dari Doddy Aryanto Supeno terkait pengajuan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Agus mengatakan suap tersebut berasal dari dua perusahaan. Edy dijanjikan Rp 500 juta. Rp 100 juta telah diterima pada Desember tahun lalu.
Edy kemudian mengambil lagi Rp 50 juta kemarin usai pertemuan dengan perantara Doddy Aryanto Supeno. Keduanya serah terima Rp 50 juta di basement Hotel Acacia di Jalan Kramat Raya Jakarta Pusat.
Agus masih merahasiakan identitas rinci Doddy dan kepentingannya.
Usai operasi tangkap tangan, Rabu (20/4/2016) KPK langsung menggeledah perusahaan yakni kantor PT Paramount Enterprise International. Agus sendiri mengakui suap tersebut berasal dari dua perusahaan.
"Perkara perdata dari dua perusahaan, tapi jangan dibuka di sini dulu. Kami akan melakukan pendalaman," kata Agus.
Usai diperiksa 1 x 24 jam, KPK telah menetapkan Edy dan Doddy sebagai tersangka.
Edy disangka Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Doddy disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Udang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Terpisah, Kepala Humas Ditjen Imigrasi, Heru Santoso memastikan KPK telah memerintahkan Direktorat Jenderal Imigrasi mencegah Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi ke luar negeri.
"Yang bersangkutan dicegah selama 6 bulan, terhitung tanggal 21 April 2016," kata Heru Santoso. (tribunnews/rik/kps)