PDIP Nilai Politik Anggaran Pemerintah Jokowi Masih Jauh dari Nawa Cita
“Kami minta agar porsi anggaran untuk pembangunan ekonomi rakyat diperbesar. Ini penting guna mendekatkan agenda Nawa cita,”
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi PDI Perjuangan menilai politik anggaran pemerintahan masih jauh dari agenda Nawa Cita.
Hal itu membuat cita-cita Trisakti Bung Karno sulit terwujud.
Wakil Ketua Banggar Said Abdullah pun meminta pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh atas pengalokasian anggaran dengan nomenklatur yang lebih jelas sehingga lebih mudah diawasi.
“Kami minta agar porsi anggaran untuk pembangunan ekonomi rakyat diperbesar. Ini penting guna mendekatkan agenda Nawa cita,” kata Said di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (26/4/2016).
Menurutnya, APBN mempunyai nilai strategis bagi terwujudnya program pemerintah yang terangkum dalam program Nawa cita.
Karena itu, anggaran harus diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat.
Said menilai sejauh ini APBN masih belum bersentuhan dengan tujuan untuk memakmurkan rakyat.
Anggaran menurutnya lebih banyak berorientasi pada kerja rutin tahunan pemerintah dan merespon situasi makro ekonomi yang memiliki sifat jangka pendek.
Dampaknya, APBN tidak mampu mengurangi angka kemiskinan, bahkan rakyat miskin jumlahnya terus bertambah.
“Padahal, kalau program Nawa cita ini benar-benar berjalan maka cita-cita Trisaksi Bung Karno akan terwujud dan bangsa Indonesia akan menjadi raksasa ekonomi di dunia,” tuturnya.
Semestinya ujar Said, para menteri betul-betul memahami agenda Nawa cita sebagai visi dan misi presiden.
Artinya, setiap peningkatan anggaran tidak serta merta menaikkan biaya rutin tapi justru anggaran pembangunan untuk masyarakat lah yang diutamakan.
“Mencermati alokasi anggaran yang sangat besar pada keperluan Belanja Rutin khususnya untuk operasional kant0r maka kami meminta indicator kinerja yang terukur oleh setiap Kementrian dalam urusan pelayanan publik,” kata anggota Komisi XI DPR ini.
Dia melihat belanja pembangunan non fisik seperti kegiatan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan, juga mendapatkan porsi yang besar dalam APBN.
Ia mencontohkan dari total anggaran sebesar Rp 57,12 Triliun di Kementerian Agama (Kemenag), porsi terbesarnya justru dipakai untuk belanja rutin sebesar Rp 33,4 Triliun (58,47%).
Sedangkan anggaran untuk pembangunan sebesar Rp 23,7 Triliun (41,53%).
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, alokasi anggaran dalam APBN sebesar Rp 8,6 Triliun.
Dari angka ini, sebesar Rp 1,2 Triliun (13,45%) dipergunakan untuk belanja rutin.
Sementara untuk pembangunan anggaran yang dialokasikan mencapai Rp 7,4 Triliun (86,55%).
Pembangunan non fisik mencapai Rp 6,3 Triliun (73,49%) dan anggaran pembangunan fisik mencapai Rp 1,1 Triliun (13,07%).
“Kegiatan pembangunan non fisik yang pada umumnya menjadikan masyarakat sebagai sasaran kegiatannya perlu disertai dengan target dampak kemajuan yang akan dicapai melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan pendampingan,” katanya.