Korban Abu Sayyaf: Kami Makan dengan Tangan Diikat
Hidup dalam penyanderaan faksi kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina penyandera sangatlah menyiksa
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hidup dalam penyanderaan faksi kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina penyandera sangatlah menyiksa lahir dan batin.
Bahkan, hampir setiap makan tangan harus diikat. Begitu ungkapan ABK kapal TB Henry, Loren Marinus Petrus Rumawi, saat menceritakan penyanderaan dialaminya, di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat (13/5/2016).
"Posisi sandera itu luar biasa tertekan," ucap Loren.
"Kami hari-hari cuma makan nasi dengan kelapa kering atau biasa kita sebut kopra. Kalau makan tangan diikat. Jadi, makannya pakai satu tangan," sambungnya.
Menurut pria yang menjadi Chief Officer kapal TB Henry tersebut, dirinya dan tiga temannya sering kali makan sekali dalam dua hari di dalam hutan. Tentu saja dengan posisi satu tangan terikat di belakang tubuh.
"Jadi, setiap hari kami dibawa berpindah-pindah tempat," tuturnya.
Meski tersiksa dengan kondisi makan seperti itu, Loren bersyukur dirinya tidak mengalami penyiksaan fisik. Yang ia ingat, sekali mendapatkan tendangan. "Kekerasan fisik ada sesdikit beberapa kali. Pemukulan nggak terlalu keras," akunya.
Empat ABK TB Henry diculik dan disandera faksi kelompok Abu Sayyaf di perbatasan laut Filipina-Malaysia, sejak 15 April 2016, saat perjalanan dari Cebu, Filipina ke Tarakan, Kalimantan Utara. Mereka berhasil dibebaskan pada Rabu (11/5/2016).