Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Suparman Akui Tidak Mudah Mengawasi Lembaga Peradilan

Namun kenyataannya tidak jarang MA kurang responsif terhadap rekomendasi-rekomendasi dari KY.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Suparman Akui Tidak Mudah Mengawasi Lembaga Peradilan
Tribunnews/Irwan Rismawan
Tersangka operasi tangkap tangan (OTT) KPK kasus suap hakim pengadilan tipikor Bengkulu, Janner Purba (JP) digiring saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5/2016). KPK memeriksa keenam tersangka OTT KPK terhadap kasus suap kepada hakim pengadilan tipikor Bengkulu yang juga menjabat Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Bengkulu, berinisial JP. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Walaupun sudah berkali-kali hakim diamankan karena kedapatan menerima suap, namun masih ada saja hakim yang mau menerima suap.

Terakhir kasus tersebut menjerat Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikpo) Bengkulu, Janner Purba dan Tonton.

Sebagai lembaga yang mengawasi jalannya proses peradilan, Komisi Yudisial (KY) masih kesulitan mengantisipasi hakim-hakim nakal.

Hal itu diakui oleh mantan Ketua KY, Suparman Marzuki.

"Secara institusional (KY) hanya merekomendasikan. Rekomendasi itu dilihat, dinilai oleh Mahkamah Agung sebagai bagian dari upaya memperbaiki pengadilan dalam jangka yang panjang," ujarnya kepada wartawan, di kantor Mahfud MD (MMD) Initiative, Jakarta Pusat, Rabu, (25/5/2016).

Namun kenyataannya tidak jarang MA kurang responsif terhadap rekomendasi-rekomendasi dari KY.

Suparman menyayangkan hal tersebut, karena justru akan menghambat perbaikan MA.

BERITA TERKAIT

"Di Mahkamah Agung sendiri harapan kami sejak dulu tidak ada toleransi sedikit pun pada aparatur dia yang menyeleweng. Seperti apapun, kalau ada temuan sekecil apapun, MA tegas," ujarnya.

Ia akui bahwa terkadang MA terkesan melindungi jajarannya.

Ia khawatir hal tersebut akan turun ke generasi setelahnya, sehingga kondisi MA tidak kunjung membaik.

"Selama ini (ada) kesan melindungi, janganlah, ini MA kan milik bangsa, milik rakyat, bukan milik hakim agung itu. Bapak-bapak itu kan pensiunnya (umur) tujuh puluh tahun, wariskanlah atmosfir yang positif," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas