Wapres: Tidak Otomatis Semua Guru Honorer Kita Terima
Indonesia tidak mengalami darurat guru secara jumlah.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dipastikan tidak mengalami darurat guru secara jumlah.
Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, jumlah guru di Indonesia yang beratatus Pegawai Negri Sipil (PNS) dan swasta adalah sekitar 3 juta orang, sehingga perbandingannya dengan siswa adalah 1: 13.
"Dulu (perbandingannya) satu banding dua puluh satu, sekarang 1: 13. Tapi jangan lupa, guru itu bukan masalah jumlah, tapi masalah mutu," ujar Jusuf Kalla dalam dialognya dengan guru, di gedung Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Jakarta Pusat, Jumat (27/5/2016).
Mutu guru akan mempengaruhi kualitas peserta didiknya. Pemerintah akan terus mengupayakan agar guru-guru yang ada adalah guru yang mumpuni, yang bisa menghasilkan peserta didik yang memiliki daya saing.
Dengan pertimbangan mutu, guru honorer pun tidak bisa ditambah sembarangan. Selain itu status guru honorer juga tidak bisa begitu saja dinaikkan menjadi PNS.
"Tidak otomatis semua guru honorer itu kita terima, karena membahayakan mutu masa depan anak," ujarnya.
Di lain pihak saat ini pemerintah tengah mengalami kendala di bidang anggaran.
Oleh karena itu pemangkasan anggaran dilakukan, dan penerimaan PNS untuk sementara dihentikan. Pemerintah daerah pun anggarannya diperketat.
Terkait guru honorer, Jusuf Kalla mengingingatkan bahwa anggarannya ada di tangan pemerintah daerah (Pemda).
Guru honorer tidak bisa direkrut sembarangan oleh pemda, karena khawatir justru akan mengacaukan anggaran daerah.
"Kalau tidak nanti (guru) honorer direkrut banyak-banyak, merosot juga (anggaran)," terangnya.
Ia khawatir hal tersebut terjadi di daerah-daerah yang Pendapatan Asli Daerah (PAD)nya masih minim. Bila anggarannya dikacaukan, maka kesempatan mereka membangun daerahnya akan semakin kecil.
Namun kondisi tersebut tidak membuat pemerintah menyetop perekrutan guru honorer, dan berhenti mengangkat guru honorer sebagai PNS. Kata dia perekrutan dan pengangkatan masih terus dilakukan, sesuai dengan kebutuhan.
"Karana tidak ada komputer yang bisa mengajar murid, atau robot, tidak ada, pasti (butuh) guru," tegasnya.