Penyuap Damayanti Sebut Dirinya Korban Permainan Sistem
Dihadapan Ketua Majelis Hakim Mien Trisnawati, Abdul membacakan pembelaannya.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang dengan terdakwa Direktur PT Windhu Utama Abdul Khoir, Senin (30/5/2016).
Terdakwa penyuap empat anggota komisi V DPR yaitu Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, dan Musa Zainuddin serta Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku Amran HI Mustary ini, mengaku sebagai korban dalam sistem yang terjadi antara pihak eksekutif dan legislatif.
Dihadapan Ketua Majelis Hakim Mien Trisnawati, Abdul membacakan pembelaannya.
"Saya adalah korban permainan sistem yang salah. Saya dengan berat hati dan terpaksa mengikuti sistem ini, karena kalau tidak mengikuti, maka saya tidak akan dianggap," kata Abdul di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (30/5/2016).
Dirinya juga membantah tuntutan JPU yang menyebut dirinya terbiasa memberi suap pada penyelenggara negara atau Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Abdul menilai JPU tidak mempertimbangkan kondisinya saat itu sehingga terpaksa memberikan uang sebesar SGD10.000 untuk memuluskan proyek jalan tersebut.
"Saya bisa buktikan bahwa uang itu tidak ada hubungannya dengan perkara ini. Saya mohon uang itu dapat dikembalikan untuk kepentingan keluarga dan karyawan saya," katanya.
Diberitakan sebelumnya, jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut Khoir dengan hukuman pidana penjara selama dua tahun enam bulan.
Jaksa menilai Khoir terbukti menyuap empat anggota komisi V DPR yaitu Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, dan Musa Zainuddin serta Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku Amran HI Mustary.
"Meminta agar majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan terdakwa Abdul Khoir terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama," kata Jaksa KPK Kristanti Yuni Purnawanti di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (23/5/2016).
Jaksa juga menuntut Khoir untuk membayar denda sebesar Rp 200 juta. Dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan, maka harus diganti dengan pidana kurungan selama lima bulan.
JPU menilai Khoir terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Sejumlah pertimbangan jaksa diantaranya yang memberatkan adalah dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, menghambat jalannya pembangunan di Maluku dan Maluku Utara, serta merusak check and ballance antara eksekutif dan legislatif.
"Sementara yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, mengakui dan menyesali perbuatannya, memiliki tanggungan keluarga, dan ditetapkan sebagai justice collaborator," kata Jaksa Kristanti.
Khoir dianggap terbukti menyuap Damayanti sebesar SGD 328 ribu dan USD 72.727; untuk Budi Supriyanto sebesar sebesar SGD 404.000; untuk Andi Taufan Tiro sebesar Rp 2,2 miliar dan SGD 462 ribu; dan menyuap Musa Zainuddin sebesar Rp 4,8 miliar dan 328 ribu.
Khoir juga dinilai terbukti menyuap Amran HI Mustary sebesar Rp 16,5 miliar dan satu iPhone 6 seharga Rp 11,5 juta.
Suap itu diberikan agar Amran dan anggota komisi V DPR tersebut mengupayakan program aspirasi DPR ke dalam proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. Serta, mengupayakan PT WTU sebagai pelaksana proyek tersebut.