Perppu Perlindungan Anak Dilaporkan ke Ombudsman, Ini Tanggapan Istana
Diberitakan sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Aliansi 99 melaporkan Presiden Joko Widodo ke Ombudsman RI.
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Istana Kepresidenan RI melalui Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi, Johan Budi Sapto Pribowo mengatakan pihak Istana mempersilakan bagi masyarakat yang merasa tidak puas terhadap Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perlindungan Anak dan melaporkannya ke Ombudsman.
"Ya silakan saja, kan tidak bisa melarang orang, pelapor ya silakan saja, ombudsman mau ini ya silakan saja," ujar Johan di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (31/5/2016).
Diberitakan sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Aliansi 99 melaporkan Presiden Joko Widodo ke Ombudsman RI.
Hal tersebut lantaran Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) perlindungan anak dari kejahatan seksual yang memasukan hukuman kebiri.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu mengatakan, langkah Presiden Joko Widodo tersebut tidak transparan dan akuntabel dalam menyusun Perppu tersebut.
"Yang kedua kami akan melaporkan Presiden Joko Widodo ke Ombudsman, karena kami merasa ada mall administrasi, tidak transparan, dan tidak akuntabel. Tidak ada kajian sama sekali dan tidak ada analisis sama sekali terkait masalah ini. Selanjutnya tidak ada Draf Perppu yang dipublikasikan. Terus terang kami pernah diundang kekementerian PMK terkait Draf ini, tapi kami tidak pernah mendapatkan drafnya secara resmi. Jadi Perppu ini drafnya kami tidak pernah lihat. Sampai akhirnya kemarin ditandatangani," ujarnya kepada wartawan di Kantor LBH Jakarta.
Dia juga menuding, penerbitan Perppu karena alasan politis sebagai respon atas tekanan publik. Menurut dia, langkah tersebut merupakan langkah yang salah. Pasalnya menurut dia, Perppu tersebut tidak berlandaskan kepada keinginan menyelesaikan akar permasalahannya.
"Kami menilai ini hanya untuk memfasilitasi emosi masyarakat saja. Masyarakat ini kan harus dididik, kalau masyarakat emosi terus pemerintah memfasilitasi, ini pemerintah menggali kuburannya sendiri. Kenapa, karena setiap masyarakat marah pemerintah selalu memfasilitasi untuk marah, ini banyak terjadi, seperti misalnya di peristiwa 65 dan 1998. Nanti sewaktu saat kaya begini bisa terus berulang lagi, jadi setiap masyarakat marah malah terus difasilitasi oleh pemerintah," tambahnya.