Pertemuan Nasional Museum Se-Indonesia Bahas Pemanfaatan Teknologi Digital
Salah satu yang sangat mendesak adalah UU Museum Indonesia yang hingga saat ini belum ada.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM - Pertemuan Nasional Museum se-Indonesia di Sanur, Bali memasuki hari ke-2 .
Agenda pertemuan membahas mengenai pemanfaatan teknologi digital dalam pengembangan museum, kebijakan pengembangan museum, peningkatan citra museum Indonesia, dan pelibatan publik dalam pengembangan berita.
Pertemuan kali ini membahas soal pemanfaatan teknologi dengan menghadirkan Roy Suryo, sebagai pakar telematika dan pemerhati budaya.
Disebutkan, Roy Suryo mengajak anggota asosiasi museum di Indonesia agar tidak terinjak oleh teknologi dan memanfaatkan teknologi digital serta media sosial untuk mengembangkan informasi dan pengetahuan globalilasi mengenai museum di indonesia ke masyarakat banyak.
"Perancis dan Jerman sudah menerapkan teknologi 3D (tiga dimensi). Sebagai pemula, kita bisa mulai dengan memindai koleksi dan ditampilkan dalam 2D (dua dimensi) dan 3D (3 Dimensi). Saya berharap, anggota Asosiasi Museum Indonesia harus memanfaatkan teknologi seperti media sosial, game, aplikasi, film, drone, dan virtual reality museum untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pengetahuan dan informasi sesuai dengan UU kebebasan informasi publik," kata Roy seperti rilis yang diterima Tribunnews.com, Selasa (31/5/2016).
Sementara itu, anggota komisi X DPR RI, Jefri Riwu Kore, menjelaskan hingga saat ini manajemen museum di Indonesia masih tidak baik.
Karena itu dirinya datang ke Pertemuan Nasional Museum Indonesia ini untuk mendengarkan secara langsung seluruh persoalan yang berkaitan dengan museum.
Salah satu yang sangat mendesak adalah UU Museum Indonesia yang hingga saat ini belum ada.
"Ini menjadi landasan hukumnya yakni UU Museum Indonesia. Bagaimana manajemen pengelolahan museum bisa baik kalau UU Museum tidak ada. Kami meminta para kepala museum, para anggota Asosiasi Museum Indonesia untuk segera memberikan naskah akademiknya sehingga dewan bisa segera mengeksekusinya," ujarnya.
Dikatakan, Indonesia sangat kaya akan museum namun manajemennya masih sangat lemah. Masing-masing museum masih bekerja sendiri-sendiri. Itulah sebabnya sekalipun Indonesia kaya akan museum tetapi belum menjadi agenda utama untuk menjadi destinasi kunjungan baik untuk kepentingan pariwisata maupun untuk pendidikan.
Sementara Ketua Asosiasi Museum Indonesia (AMI) Putu Rudana menjelaskan museum merupakan eksistensi sebuah peradaban.
Ia pun mengkritik anggaran revitalisasi museum yang tidak efektif. Anggaran revitalisasi sebanyak Rp 61 miliar dinilai belum tepat sasaran untuk mengolah 426 museum di Indonesia.
"Ini anggaran untuk revitalisasi atau reparasi. Karena banyak museum sekedar dicat temboknya, tetapi atapnya bolong, sehinggan saat hujan datang, jebol semua koleksinya," ujarnya
Ia juga menilai, selain UU Museum, Indonesia perlu sebuah badan yakni Badan Museum Indonesia.
"Kalau badan, tidak perlu lama-lama. Tinggal presiden bentuk sebuah badan, tanda tangan selesai. Seperti badan ekonomi kreatif, misalnya".
Menurutnya, jumlah kunjungan ke museum dalam setahun masih sangat rendah. Data yang masuk ke AMI per tahun tidak lebih dari 10 juta orang yang mengunjungi museum.
Seharusnya dengan banyaknya museum di Indonesia, jumlah kunjungan harusnya lebih banyak, minimal untuk pendidikan generasi bangsa.
Menurut pemilik Museum Rudana Ubud ini, seluruh koleksi museum di Indonesia memiliki nilai sejarah yang menjelaskan peradaban sebuah bangsa.
Seluruh koleksi museum memiliki spirit atau roh tersendiri. Di berbagai belahan dunia, negara fokus mengurus museumnya karena menunjukkan jatidiri bangsa dan negaranya.
"Koleksi museum tidak hanya sekadar barang kuno masa lalu, tetapi dia memiliki karakter dan roh dari semua peradaban bangsa. Indonesia sebagai bangsa besar yang kaya akan sejarah dan budaya perlu mengolah museumnya secara baik," ujarnya.