Ketua Pengadilan Tipikor Bengkulu Bungkam Terkait Suap Hakim Janner Purba
Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu Encep Yuliadi memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Sanusi
TRIBUNNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu Encep Yuliadi memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tiba di KPK, Encep menolak berkomentar mengenai pemeriksaannya itu.
"Saya harus ke sini dulu (resepsionis, red)," kata Encep di KPK, Jakarta, Kamis (2/6/2016).
Encep pun terus berkelit demi menghindari pertanyaan-pertanyaan wartawan.
Dia juga bungkam ketika ditanya terkait permintaan hakim Janner Purba dan Toton agar memvonis bebas dua terdakwa korupsi penyalahgunaan honor dewan pembina RSUD M Yunus Bengkulu tahun anggaran 2011.
"Saya ke dalam dulu," singkat Encep.
Selain Encep, penyidik juga memeriksa saksi lainnya yakni Panitera PN Tipikor Bengkulu Zailani Syihab, Hakim tipikor PN Bengkulu Siti Insirah, PNS UPPP Kabupaten Bengkulu Tengah Febi Irwansyah dan mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Muhammad Yunus Syafri Syafii.
Penyidik juga memeriksa saksi dari unsur swasta yakni Nurman Soehardi.
Sekedar informasi, KPK menetapkan lima tersangka pada kasus tersebut.
Dua tersangka adalah dua majelis hakim perkara tindak pidana korupsi mengenai penyalahgunaan dewan pembinaan RSUD Bengkulu tahun 2011 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu.
Tiga tersangka lainnya adalah Panitera PN Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy, mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Muhammad Yunus Syafri Syafii dan bekas Wakil Direktur Keuangan RS Muhammad Yunus Edi Santron.
Janner dan Toton total menerima suap Rp 650 juta untuk mempengaruhi putusan terkait kasus penyalahgunaan Honor Dewan Pembinaan RSUD Bengkulu.
Uang tersebut diperoleh dari Syafri Syafii dan Edi Santron yang menjadi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu.
Uang tersebut diserahkan dua kali. Pertama, Janner mendapat Rp 500 juta dari Edi pada 17 Mei 2016. Uang tersebut masih berada di lemari kerja Janner Sementara Rp 150 juta diserahkan saat penangkapan Janner.