Akbar Faizal Berharap UU Terorisme Menjadi Acuan Negara Lain
Akbar Faizal berharap UU Terorisme kali ini akan menjadi acuan bagi Negara lain
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - TNI mengusulkan agar dilibatkan dalam penanganan aksi terorisme atas berbagai pertimbangan dan peristiwa global lainnya.
Setidaknya terdapat tiga catatan utama dari TNI yang diajukan kepada anggota pansus UU Terorisme Kamis, 16 Juni 2016, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan segenap jajaran TNI dari 3 matra (darat, udara, laut).
Pertama, TNI berpandangan terorisme bukan tindak pidana biasa atas akibat yang ditimbulkan sebuah aksi terorisme.
Atas alasan inilah maka pihak TNI yang dipimpin Kasum ABRI Letjen TNI Didit Herdiawan meminta frasa ‘tindak pidana’ dihilangkan dan diganti menjadi ‘aksi terorisme’.
Kedua, bagi TNI tidaklah tepat jika TNI diposisikan semata sebagai tugas perbantuan untuk penanganan aksi terorisme melainkan tugas pokok dengan mengacu pada Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 15 tahun 2003 tentang penetapan Perppu no 1 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.
Ketiga, aksi-aksi terorisme saat ini telah melampaui batas-batas wilayah yang bahkan mengancam kepentingan nasional menyangkut aset-aset negara di luar negeri.
Sementara semua angkatan di TNI masing-masing memiliki kesatuan anti teror seperti Denjaka di TNI di TNI AL, Bravo di TNI AU dan Detasemen 81 di TNI AD.
Menanggapi hal ini, anggota Pansus UU Terorisme dari fraksi partai Nasdem Akbar Faizal menyebutkan memahami substansi keinginan TNI untuk dilibatkan dalam pemberantasan terorisme.
Namun Akbar Faizal mewanti-wanti risiko yang dihadapi khususnya dalam pengkoordinasian ketika UU Terorisme ini kelak melibatkan TNI.
Saat ini, tugas unit Densus 88 dari Polri yang bertanggungjawab penuh pada penanganan aksi terorisme dan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) pada wilayah pengkoordinasian.
“Negara ini bersoal dalam hal koordinasi. Pertanyaan saya kepada TNI, bisakah TNI larut dalam sebuah kerjasama dengan para pihak jika kemudian UU ini membuka ruang dan melibatkan TNI? Apakah tak lagi ada masalah soal siapa yang menjadi pucuk kendali. Di tubuh TNI sendiri, apakah tak lagi ada pertanyaan ini giliran siapa yang memimpin, apakah Angkatan darat, laut atau udara?,” kata Akbar.
Anggota Komisi 3 DPR ini lebih lanjut menjelaskan bahwa komisi 3 sebagai mitra Polri terus menerus mengkritisi kinerja Densus 88 dan BNPT.
Dikatakannya, pertanyaan yang sama kepada TNI tadi juga dia tanyakan kepada Densus 88.
“Beberapa hal yang mengganggu kinerja mereka itu seperti aksi live di TV saat sebuah operasi penanganan aksi terorisme bak film,” kata Akbar.
Akbar Faizal berharap UU Terorisme kali ini akan menjadi acuan bagi Negara lain untuk penanganan terorisme dengan melihat karakter masyarakat Indonesia beserta bentuk terorisme yang terjadi di Indonesia.
“Saya berharap Negara lain akan belajar dari kita tentang penanganan dan penegakan hukum menyangkut aksi terorisme dari UU yang sedang kita buat ini. Itulah mengapa saya begitu antusias membahas soal ini dengan pihak TNI sebab sejujurnya posisi dan keinginan TNI terlibat didalamnya menjadi salah satu alasan mengapa UU ini dirancang. Dan saya bisa memahami apa keinginan TNI dalam hal ini,” ujar Akbar.