Jaksa Agung Belum Tentukan Batas Waktu Pembayaran Uang Pengganti Samadikun
Prasetyo hanya mengatakan pihaknya tengah berunding untuk menetapkannya.
Penulis: Valdy Arief
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo telah secara tegas menolak permintaan terpidana korupsi dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada Bank Modern Samadikun Hartono untuk membayar uang pengganti Rp 169,4 miliar.
Meski demikian, batas waktu pembayaran untuk mengembalikan kerugian negara itu belum ditentukan Kejaksaan Agung.
Prasetyo hanya mengatakan pihaknya tengah berunding untuk menetapkannya.
"Lebih cepat lebih baik. Saya hanya mengharap itikad baik dari Samadikun untuk membayar uang penggantinya," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (17/6/2016).
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), sebut Jaksa Agung, telah diperintahkan untuk memverifikasi daftar aset Samadikun.
Namun, Jaksa Agung belum mau memerintahkan penyitaan aset mantan buron 13 tahun itu sebagai bentuk upaya paksa.
"Kami berusaha sepersuasif mungkin, tapi jangan kami dianggap disini lemah," katanya.
Hingga kini, dari seluruh jumlah uang penggantinya, Samadikun baru membayarkan Rp 21 miliar.
Jumlah itu disetorkan karena semula Kejaksaan telah menyetujui permintaan keluarga Samadikun untuk mengangsur uang yang mesti dibayar sesuai putusan Mahkamah Agung.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah telah menyanggupi permintaan terpidana kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia pada Bank Modern, Samadikun Hartono untuk membayar uang pengganti dengan cicilan.
Arminsyah menyebutkan uang pengganti sebesar Rp 169,4 miliar akan dibayarkan Samadikun secara bertahap selama empat tahun.
"Dia menyanggupi melunasi uang pengganti. Denda sudah dibayar. Sementara bersedia membayar setiap tahunnya Rp 42 miliar, jadi (dibayar selama) empat tahun," kata Arminsyah di depan Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (17/5/2016).
Sebagai informasi, buronan terpidana kasus penyelewengan dana BLBI, Samadikun Hartono ditangkap otoritas Tiongkok bekerjasama dengan Badan Intelijen Negara (BIN) RI di Shanghai pada 14 April 2016. Ia berhasil dibawa ke Indonesia pada 21 April 2016 setelah 13 tahun dalam pelarian di luar negeri.
Samadikun Hartono merupakan Presiden Komisaris Bank Modern yang mendapatkan kucuran dana likuiditas dari BI sebesar Rp2,5 triliun pasca-krisis 1998. Namun, ia menyelewengkan dana
Pada 28 Mei 2003, Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan membayar kerugian negara Rp169,4 miliar terhadap Samadikun Hartono atas penyimpangan dana BLBI yang dilakukannya.
Namun, bankir tersebut melarikan diri ke Jepang dengan alasan berobat menjelang akan dieksekusi oleh jaksa.