Komjen Tito: Ada 17 Rekening Polisi yang Terima Aliran Dana dari Labora
Tito mengatakan awalnya Labora terkait kasus dugaan minyak ilegal. Penyidik telah berusaha mengaitkan kasus minyak tersebut dengan Labora.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam fit and proper test, Komjen Tito Karnavian juga menjelaskan kasus Labora Sitorus, seorang bintara Polri di Papua yang mempunyai simpanan di bank hingga Rp 1,2 triliun.
Tito mengatakan awalnya Labora terkait kasus dugaan minyak ilegal. Penyidik telah berusaha mengaitkan kasus minyak tersebut dengan Labora.
"Tapi distributor BBM itu bukan atas nama Labora. April 2013, PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan) beri info Labora terkait dengan minyak karena ada aliran dana dari perusahaan kepada dia. Disebut Labora mempunyai rekening Rp 1,2 Triliun," katanya.
Tito mengaku kaget dan antusias menangani kasus tersebut. Namun, dirinya belum mendapat data. Kemudian, Tito mengembangkan kasus pada kepemilikan hak pengusahaan hutan (HPH) ilegal.
"Kami kembangkan di Polda Papua Kami inisiatif tangani. PPATK datang belakangan," kata Tito. Ia mengakui Polri dilarang berbisnis saat masih menjadi bagian dari ABRI.
Pada 2003, muncul Peraturan Presiden (Perpres) mengenai anggota Polri dilarang berbisnis yang berpotensi merugikan keuangan negara dan bersinggungan dengan tugas maupun pengadaan barang dan jasa di kepolisian.
"Di luar itu boleh. Maka ada yang buka restoran, warung. Termasuk Labora buka PT BBM dan HPH," imbuhnya. Menurutnya ada 17 rekening milik anggota Polri (paling tinggi berpangkat Komisaris Besar) yang pernah mendapat aliran dana dari Labora.
"Ada yang pinjam, ada yang diberi. Yang menerima dan tidak bisa bertanggung jawab, semuanya demosi," tuturnya. Tito juga mendengar adanya laporan Labora memberikan uang sebanyak tiga kali kepada Kapolda Papua yakni bulan Maret, Agustus dan November 2013.
Tito mulai menjabat sebagai Kapolda pada September 2013. "Maret, Agustus saya tidak tahu. Yang September, kita lakukan pemeriksaan. Yang bersangkutan beri uang ke Kapolres. Kapolresnya pinjam, katanya untuk jadi Kapolres Raja Ampat, ingin beri ke Kapolda," tuturnya.
Namun, Kapolres tersebut tidak berani memberikan uang kepadanya. "Saya tahu ada itikad buruk. Ia saya copot, kemudian jadi staf di Polda. Di bagian perencanaan," katanya. (ferdinand waskita)