"Penyanderanya Gagah dan Berkulit Putih, di Pinggangnya Peluru Semua"
“Selama dari aksi penyanderaan sampai sekarang, empat kali kami bicara lewat telepon."
Editor: Choirul Arifin
Bapak enam anak ini mengetahui penyanderaan pada 20 Juni 2016, melalui menantunya, Sarniah.
Istri Syahril ini mengabarkan tentang penyanderaan yang diperoleh dari istri Ferry Arifin, kapten kapal.
Awalnya Jaelani tak percaya. Dua hari kemudian, Syahril menelepon Jaelani.
“Karena ada sinyal, dia menelepon saya. Katanya, kami kena musibah. Kami ditangkapi semua,” kata Jaelani.
“Dari situ saya baru percaya," tambahnya.
DIa terus memantau perjalanan pulang anaknya dan tugboat Charles di Samarinda.
Namun, mendapat kabar kalau tugboat akan sandar di Balikpapan, dia lalu pulang ke Balikpapan. Kedatangan Syahril langsung disambut Jaelani sesampainya di Balikpapan.
Syahril turun bersama lima ABK lain.
Mereka adalah Andi Wahyu (21) yang bekerja sebagai mualim, Albertus Temu Slamet (28) sebagai juru mudi, Reidgar Frederik Lahiwu (26) sebagai juru mudi, dan Rudi Kurniawan (37) sebagai juru mudi, dan Agung E Saputra (21) yang bekerja sebagai juru masak.
Mereka beserta tujuh ABK lainnya baru saja bongkar muat di Pelabuhan Cagayan de Oro di Filipina lalu pulang dengan melintasi perairan Zamboaga City dan perairan pulau Julu tanggal 20 Juni 2016.
Setelah melintasi perairan Zamboaga, penyanderaan terjadi.
Di aksi pertama, pukul 11.30, tiga kru tugboat diculik empat pria bersenjata.
Kapal kemudian dibiarkan pergi. Namun satu jam kemudian, aksi penyandera kembali berlangsung.
Sepuluh orang bersenjata mengejar tugboat dengan tiga perahu speed. Dari aksi kedua ini, giliran 4 ABK lain diculik.
“Kata Syahril, mereka memeriksa dan membongkar semuanya. Mereka sempat minta makan, mengambil baju-baju, dan televis, lalu menahan awak kapal,” kata Jaelani.
Syahril anak ke-2 dari Jaelani, bekerja di tugboat Charles sebagai pembantu mekanik kapal. Ini pengalaman memilukan dirinya selama 15 tahun melaut.
Penulis: Dani Julius Zebua