Ajukan Judicial Review ke MK, Penggugat Paparkan 21 Alasan UU Tax Amnesty Melanggar Konstitusi
Sugeng Teguh Santoso menyebutkan sedikitnya terdapat 21 pelanggaran konstitusi atas pemberlakuan UU Tax Amnesty.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Satu Keadilan, Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, dan empat warga negara Indonesia akan melakukan judicial review UU Tax Amnesty ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pimpinan Yayasan Satu Keadilan Sugeng Teguh Santoso menyebutkan sedikitnya terdapat 21 pelanggaran konstitusi atas pemberlakuan UU Tax Amnesty.
Alasan pertama yakni UU Tax Amnesty merupakan praktek legal pencucian uang. Kedua, UU Tax Amnesty menjadi karpet merah buat pengemplang pajak.
"Melalui pelaksanaan pengampunan pajak, negara memberikan hak istimewa kepada pelaku pengemplang pajak berupa penghapusan pertanggungjawaban pidana," kata Sugeng di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (10/7/2016).
Alasan ketiga, UU Tax Amnesty jadi prioritas terhadap penjahat kerah putih. Keempat, UU tersebut memberikan discount habis-habisan terhadap pengemplang pajak.
Kelima, UU itu menggagalkan program whistleblower. Keenam, UU itu menabrak prinsip keterbukaan informasi.
"Kerahasiaan yang diatur dalam UU Tax Amnesty mengenai identitas pengemplang pajak mencederai demokrasi tentang prinsip keterbukaan informasi publik," kata Sekjen Peradi itu.
Alasan ketujuh, UU Tax Amnesty akan dimanfaatkan oleh penjahat perpajakan. Kedelapan, UU itu tidak akan efektif seperti diberlakukan pada tahun 1964 dan 1986. Kesembilan, UU itu menghilangkan potensi penerimaan negara. Kesepuluh, uu tersebut merupakan pengkhianatan terhadap warga miskin.
Kesebelas, UU Tax Amnesty mengajarkan rakyat untuk tidak taat pajak. Keduabelas, uu itu memarjinalkan pembayar pajak yang taat.
Ketigabelas, pajak bersifat memaksa. "UU Tax Amnesty diberlakukan secara destruktif karena falsafah perpajakan bersifat memaksa bukan mengampuni," tutur Sugeng.
Alasan keempatbelas, uu tersebut aneh bin ajaib karena berlaku hanya satu tahun. Kelimabelas, Tax Amnesty berpotensi memposisikan presiden dan DPR sebagai pelanggar konstitusi.
Keenambelas, uu tersebut menabrak prinsip kesetaraan di hadapan hukum. Ketujuhbelas, uu itu mengintervensi dan menghancurkan proses penegakan hukum.
Alasan kedelapanbelas, UU Tax Manesty cermin kelemahan pemerintah terhadap pengemplang pajak.
Kesembilanbelas, UU tersebut melumpuhkan institusi penegak hukum. Keduapuluh, uu itu patut diduga adalah pesanan karena memberikan hak esklusif bagi pengemplang pajak.
"Keduapuluhsatu, UU Tax Amnesty membuat proses hukum pajak yang berjalan menjadi tertunda," kata Sugeng.