Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

'Saatnya Diplomasi Senjata Atasi Pembajakan'

Seakan Warga Indonesia dianggap sasaran empuk yang mudah diculik oleh kelompok penyadera.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in 'Saatnya Diplomasi Senjata Atasi Pembajakan'
TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI
TNI JEMPUT 4 WNI ABK DI PERAIRAN LAUT FILIPINA - Pemerintah Indonesia diwakili TNI menjemput 4 (empat) WNI Anak Buah Kapal (ABK) Kapal Tunda TB Henry yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf dari Pemerintah Filipina. Empat WNI ABK tersebut tiba di Pangkalan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat (13/5/2016) pukul 10.20 WIB. Saat tiba di Halim, ke empat WNI yang didampingi oleh Pangkostrad selaku Pangkoops TNI Letjen TNI Edy Rachmayadi, Kapuspen TNI Mayjen TNI Tatang Sulaiman, Pangkoopsau II Marsda TNI Dody Trisunu dan Danguspurlatim Laksma TNI I.N.G. Ariawan, S.E., M.M., disambut oleh Menlu RI Retno LP Marsudi dan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo. TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Prihatin penyanderaan warga negara Indonesia (WNI) kembali terjadi. Terakhir, tiga anak buah kapal (ABK) Indonesia di perairan Felda Lahad Datu Malaysia sungguh memprihatinkan.

Seakan Warga Negara Indonesia (WNI) dianggap sasaran empuk yang mudah diculik oleh kelompok penyadera.

Untuk itu Pengamat terorisme UI Ridlwan Habib tegaskan, sudah saatnya Indonesia lebih tegas. Yakni mendesak Filipina mengijinkan TNI melakukan operasi pembebasan.

"Sudah cukup soft diplomacy. Kelompok Abu Sayyaf mengingkari perjanjian, saatnya diplomasi senjata, " ujar alumni S2 Intelijen UI tersebut ketika dihubungi Tribun, Senin (11/7/2016).

Apalagi saat ini imbuhnya Presiden Filipina yang baru, Rodrigo Duterte lebih tegas terhadap kelompok bersenjata.

"Ini sudah dalam batas tak bisa ditoleransi. Sudah saatnya operasi militer, "kata Ridlwan

Berita Rekomendasi

Lebih lanjut ia menjelaskan Wilayah Lahaddatu itu. Wilayah itu masuk Sabah, namun berbatasan dengan kawasan Sulu Filipina.

"Warga Sulu banyak bermukim disana, "ujar pengamat terorisme UI Ridlwan Habib di Jakarta Senin 11 Juli.

Pada tahun 2013, Ridlwan pernah meneliti gerilyawan Sulu yang tinggal di Lahaddatu. Saat itu terjadi perang Daulat antara tentara Malaysia dengan gerilyawan Sulu.

Sebelum penyanderaan tiga WNI, tujuh anak buah kapal (ABK) WNI lebih dulu disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Sulu, Filipina Selatan.

Penyanderaan itu terjadi pada Senin (20/6/2016). Selain membajak kapal, penyandera meminta tebusan sebesar Rp 60 miliar.

Sebelumnya, 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016.

Selain itu, empat ABK kapal tunda Henry juga disandera kelompok yang sama. Keempatnya dibebaskan pada pertengahan Mei 2016.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas