Pemerintah Malaysia Harus Bertanggung Jawab Atas Penyanderaan 3 WNI
Penculik menggunakan perahu panjang mengenakan baju warna hitam dan celana loreng
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Malaysia dinilai harus bertanggungjawab atas kejadian penyanderaan 3 Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia oleh Kelompok Abu Sayyaf.
Pasalnya, kelompok Abu Sayyaf yang sengaja memilih orang Indonesia sebagai sandera. ABK asal Malaysia dibiarkan bebas.
Dinilai Pemerintah Malaysia pun tidak boleh berdiam diri. Sebab, tiga orang Flores itu dan ribuan bahkan jutaan orang Indonesia di Malaysia Timur sejatinya sejak dulu bekerja keras banting tulang demi kemajuan Malaysia.
Pun ikut membuat Kota Kinabalu dan kota-kota lain di Malaysia berkilau cahaya seperti sekarang.
Apalagi, kata pengamat politik dari Universitas Indonesia, Boni Hargens penculikan terjadi di dalam wilayah yurisdiksi Malaysia dan menggunkan kapal milik warga negeri jiran tersebut.
"Jelas ini tanggungjawab Malaysia," ujar Boni kepada Tribun, Rabu (13/7/2016).
"Maka, untuk menjaga hubungan diplomatik yang baik dan menjamin stabilitas geopolitik Asia Tenggara, pemerintah malaysia harus segera menjelaskan persoalan ini dan memikul tanggungjawab penuh," jelas dewan pengawas Perum LKBN Antara tersebut.
3 WNI asal NTT Lorens Koten selaku juragan kapal, Emanuel, dan Teodorus Kopong sebagai ABK diculik di perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu, Sabah, Malaysia.
Ketiganya berada di kapal pukat tunda LD/114/5S milik Chia Tong Lim. Ketiga WNI diculik oleh lima orang bersenjata laras panjang yang berbahasa Sulu.
“Penculik menggunakan perahu panjang mengenakan baju warna hitam dan celana loreng. Diduga berbahasa Sulu, campur Melayu,” kata Konsulat RI di Tawau-Malaysia Muhammad Fatah, Minggu (10/7/2016).
“Kurang jelas mereka bertanya kru yang memiliki dokumen/paspor,” ujar dia lagi.
Penculikan yang teradi pada Sabtu (9/7/2016) pukul 24:00 Wita tersebut dilaporkan oleh pemilik kapal Tong Lim pada Minggu dini hari.
Saat itu kapal pukat tunda yang sedang mencari ikan ditumpangi 7 pekerja, terdiri dari 4 WNI dari NTT dan 3 warga Bajau Palauh, FIlipina.
“3 anak buah kapal yang memiliki paspor Indonesia dibawa penculik, sedangkan 4 yang lain, yaitu 1 warga NTT dan 3 ABK asal Palauh dibebaskan karena tidak punya paspor,” imbuh Fatah.
Pakar hukum Hikmawanto Juwana dari UI pun menegaskan, pemerintah Malaysia harus bertanggungjawab atas kejadian ini.