Pemerintah Jangan Langsung Salahkan Dokter dan Rumah Sakit
Ia menilai aparat seharusnya menelusuri produsen dan distributor
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengingatkan pemerintah agar tidak langsung menyalahkan dokter dan rumah sakit terkait vaksin palsu.
Menurut Fahri, dokter dan rumah sakit juga korban karena pemerintah tidak mengawasi dengan cermat peredaran vaksin palsu.
"Mereka itu konsumen juga karena disuplai melalui jalur resmi. Pemerintah justru harus investigasi proses masuknya vaksin palsu itu ke dalam sistem distribusi resmi yang kabarnya dikuasai oleh hanya 1 BUMN. Setelah diimpor/diproduksi lalu diverifikasi oleh BPOM, kemudian didistribusikan melalui ketentuan kemenkes dan jajarannya (dinkes)," kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Senin (18/7/2016).
Ia menuturkan menuntut rumah sakit bukan pekerjaan mudah. Kecuali terbukti bahwa secara institusi rumah sakit itu memang terlibat sebagai bagian dari jaringan pengedaran vaksin palsu.
"Jangan korbankan perawat, dokter, klinik dan rumah sakit, karena dlm jalur peredaran obat/vaksin, keempat unsur ini adalah user. Dan sampai hari ini pun, belum ada prosedur standar pengujian asli/tidaknya obat/vaksin yg dapat dilakukan oleh user (dokter/RS/bidan)," katanya.
Ia menilai aparat seharusnya menelusuri produsen dan distributor dalam peredaran vaksin palsu.
Fahri pun mempertanyakan kinerja pemerintah dalam mengawasi vaksin.
Selain itu, kata Fahri pemerintah harus menghargai proses hukum.
"Jangan main hakim sendiri. Keputusan pemerintah mengumumkan secara luas nama-nama pengguna vaksin palsu di media massa, patut disayangkan. Masyarakat yang panik dan tidak paham harus bertindak apa, akhirnya main hakim sendiri. Beberapa dokter dan rumah sakit mendapat ancaman fisik,"katanya.
Fahri meminta pemerintah segera menyelesaikan persoalan peredaran vaksin palsu ini sesuai dengan porsinya.
Pemerintah harus mampu menenangkan masyarakat yang sudah terlanjur khawatir.
"Jangan sampai timbul distrust di kalangan masyarakat terhadap imunisasi, yang akan memberikan dampak buruk bagi pelayanan kesehatan di masa datang," katanya.
Menurut Fahri, membuka nama rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu terbukti memancing masalah baru.
Ia mencontohkan terdapat dokter yang dianiaya massa padahal RS tempat bekerja tidak termasuk dalam daftar penerima vaksin palsu.
"Sedangkan fokus pemerintah saat ini harusnya membengkuk habis jaringan vaksin palsu dan segera memberikan vaksin ulang para korban vaksin palsu. Kecuali nanti terbukti bahwa secara institusi rumah sakit itu terlibat menjadi bagian dari jaringan pengedaran vaksin palsu, maka baru layak RS tersebut diblack list," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.