Kisah Freddy Budiman Bawa Narkoba Medan-Jakarta Didampingi Jenderal
Tulisan itu dibuat oleh Ketua Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, yang mengaku bertemu Freddy.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR Ade Komarudin meminta Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso melakukan pemeriksaan internal untuk menyikapi pengakuan bandar narkoba, Freddy Budiman.
Kepada Ketua Kontras, Haris Azhar, Freddy mengaku pernah menyuap pejabat BNN ratusan miliar rupiah.
Saat jenazah Freddy Budiman masih dalam perjalanan dari Nusakambangan ke rumah keluarganya di Surabaya, Jumat (29/7/2016) pagi, tulisan tentang pengakuan Freddy Budiman menjadi viral di jejaring sosial.
Tulisan itu dibuat oleh Ketua Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, yang mengaku bertemu Freddy di Nusakambangan pada 2014.
Haris menyatakan, Freddy mengaku bahwa dia hanyalah operator penyelundupan narkoba skala besar.
Narkoba diproduksi di China dan Freddy bertugas mengatur supaya bisa masuk Indonesia.
Freddy mengaku bisa mengatur agar barang terlarang itu bisa masuk tanpa hambatan.
"Saya telepon polisi, BNN, dan Bea Cukai, dan orang-orang yang saya telepon itu semuanya nitip (menitip harga)," tulis Haris.
Freddy menyatakan, harga pabrik pil ekstasi yang dijualnya adalah Rp 5.000 per butir. Setelah barang sampai di Jakarta, Freddy menjualnya seharga Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu.
"Makanya saya tidak pernah takut jika ada yang nitip harga ke saya. Ketika ada yang nitip Rp 10.000 per butir, ada yang nitip 30.000 per butir, saya tidak pernah bilang tidak. Selalu saya okekan. Kenapa Pak Haris?"
Freddy menjawab sendiri pertanyaan itu. "Karena saya bisa dapat (untung) per butir Rp 200.000. Jadi kalau hanya membagi rejeki 10.000-30.000 ke masing-masing pihak di dalam institusi tertentu, itu tidak ada masalah. Saya hanya butuh 10 miliar, barang saya datang. Dari keuntungan penjualan, saya bisa bagi-bagi puluhan miliar ke sejumlah pejabat di institusi tertentu."
Freddy juga menyatakan, ketika polisi menangkap dirinya, polisi juga menyita narkoba untuk dijadikan barang bukti. Namun, Freddy mendapat informasi bahwa barang bukti itu justru dijual.
"Saya tahu pak, setiap pabrik narkoba, punya ciri masing-masing, mulai bentuk, warna, rasa. Jadi kalau barang saya dijual, saya tahu dan itu ditemukan oleh jaringan saya di lapangan," kata Freddy kepada Haris.
Freddy juga menyatakan menyuap aparat Badan Narkotika Nasional (BNN). "Dalam hitungan saya, selama beberapa tahun menyelundupkan narkoba, saya sudah memberi uang 450 miliar ke BNN. Saya sudah kasih 90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua, di mana si jenderal duduk di samping saya ketika saya menyetir mobil tersebut dari Medan sampai Jakarta dengan kondisi di bagian belakang penuh narkoba. Perjalanan saya aman tanpa gangguan apapun."