Jadi Tersangka Ujaran Kebencian, Taufik Menyesal dan Minta Maaf
Taufik mengaku masih syok dan khawatir dibawa kembali ke Mapolda Metro Jaya sehingga ia mengira didatangi oleh polisi.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Dewi Agustina
"Jujur, saya sudah empat tahun ini dalam keadaan stroke. Kalau tidak ibadah atau desain-desain di laptop, saya buka-buka postingan dari teman dan sebaliknya di kamar. Beruntung ada istri yang sabar menemani saya meski saya sudah tidak bisa bekerja," aku Taufik.
"Anak saya setelah stroke lebih sering di kamar, ke ruang tamu ini saja jarang. Kegiatannya di kamar kadang salat, baca Alquran dan baru belakangan ini suka aktivitas dengan handphone dan laptop-nya pakai satu tangan kiri. Dia suka gambar desain, kalau main facebook saya jarang lihat," kata ayahanda Taufik, Tedi, menimpali pengakuan putra pertamanya itu.
Diberitakan, Jumat (29/8/2016) malam, enam vihara dan kelenteng di Tanjung Balai, Sumatera Utara, dirusak dan dibakar massa.
Kejadian diawali adanya teguran seorang warga keturunan, M (41) kepada nazir masjid agar mengecilkan volume mikrofon.
Nazir dan jemaah masjid mendatangi M di kediamannya hingga akhirnya dia dan suami diamankan ke Mapolsek Tanjung Balai Selatan.
Namun, massa mulai berkumpul dan melakukan tindakan anarkis terhadap rumah ibadah setelah adanya posting sebuah tulisan facebook seorang warga.
Sejumlah media massa elektronik dan media online memberitakan kejadian tersebut tak lama setelah kejadian.
Taufik mengaku justru baru mengetahui informasi kejadian tersebut pada Sabtu (30/8/2016) pagi. Ia ketahui informasi kejadian itu dari link artikel berita yang dikirimkan lewat pesan Whatsapp temannya.
"Jadi, salah besar kalau ada yang menyangka saya diamankan polisi karena yang menulis facebook sehingga warga yang di Tanjung Balai jadi rusuh. Saya baru posting tulisan di facebook Sabtu jam 10. Sementara, kejadian di Tanjung Balai itu Jumat malam dan saya baru tahu paginya," jelasnya.
Taufik mengaku saat itu dirinya menafsirkan isi berita di media online tersebut, yakni telah terjadi kerusuhan di Tanjung Balai bermula karena adanya teguran terhadap volume suara adzan masjid. Seketika ia kesal dan memposting link berita beserta komentar di dua akun facebook-nya.
"Saat itu, saya kesal dan kejadian ini nggak bisa dibiarkan. Setelah itu saya tulis di facebook jam 10-an. Isinya satu tentang link berita dan satu lagi komentar saya," ujarnya.
"Saya posting itu tanpa berpikir kalau ternyata ada dampaknya dan ada undang-undangnya," sambungnya.
Sebagaimana rilis pihak Polda Metro Jaya, Ahmad Taufik (41), ditangkap atas dugaan menulis informasi di dua akun facebook diduga bertujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau pemusuhan antar warga dengan bernuansa SARA (suku, agama, ras dan antar golongan).
Ahmad Taufik ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melanggar Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 ayat (2) dan atau Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (1) UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 156 KUHP dan atau Pasal 160 KUHP. Ia terancam hukuman pidana penjara enam tahun dan atau denda Rp1 miliar.