Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Busyro Muqoddas: Banyak Warung Kelontong Mati, Seperti Ada yang Mendesain

"Seperti bisa kita lihat saat ini banyak warung kelontong mati karena banyaknya warung berjejaring yang muncul dengan tidak mengindahkan aturan."

Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Busyro Muqoddas: Banyak Warung Kelontong Mati, Seperti Ada yang Mendesain
Tribunnews.com/ Rizal Bomantama
Diskusi kebangsaan PP Muhammadiyah dengan tema Arah Pembangunan Ekonomi Nasional, Pandangan Kritis Perspektif Ideologi Kerakyatan di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/8/2016). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Pusat Muhammadiyah mengadakan diskusi kebangsaan dengan tema 'Arah Pembangunan Ekonomi Nasional, Pandangan Kritis Perspektif Ideologi Kerakyatan'.

Diskusi tersebut dilaksanakan di Auditorium H Ahmad Dahlan, Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/8/2016).

Diskusi ini menghadirkan mantan Menteri Koordinator Ekonomi di era mantan Presiden Abdurahman Wahid, Kwik Kian Gie dan ahli ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Dr Revrisond Baswir.

Diskusi kebangsaan ini dibuka langsung Pimpinan Pusat Muhammad, Busyro Muqoddas dan dihadiri beberapa tokoh yaitu Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dan wakilnya Saut Situmorang serta Wakil Ketua MPR, Oesman Sapta Odang.

Busyro Muqoddas dalam sambutannya mengatakan bahwa arah ekonomi Indonesia saat ini lebih mendukung kapitalisme dan melenceng jauh dari ekonomi kerakyatan.

"Seperti bisa kita lihat saat ini banyak warung kelontong mati karena banyaknya warung berjejaring yang muncul dengan tidak mengindahkan aturan. Seperti ada yang mendesain," ujar Busyro saat membuka acara tersebut.

BERITA REKOMENDASI

Sementara Kwik Kian Gie menyebutkan bahwa dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 sampai Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 pemerintah mengarahkan kebijakan di bidang ekonomi kepada kebebasan atau liberalisasi.

"Mekanisme pasar diserahkan langsung kepada pasar. Jadi Indonesia tidak mengenal barang dan jasa publik yang disediakan pemerintah, dibiayai secara bergotong-royong dan digunakan rakyat secara cuma-cuma bagi yang sudah membayar pajak," katanya.

Revrisond Baswir menyarankan para pembuat kebijakan untuk kembali pada Pancasila, khususnya sila kedua 'Kemanusiaan yang adil dan beradab'.

"Kedaulatan rakyat harus juga melingkupi kedaulatan ekonomi. Ekonomi juga harus demokrasi, merata seluruh kalangan masyarakat, bukan hanya menguntungkan kapitalis," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas