Humphrey: Keterlaluan Kaligis Ditahan 10 Tahun, Sama Saja Ingin Dia Mati di Penjara
Humphrey Djemat menilai, majelis hakim kasasi berlebihan dalam menjatuhkan putusan.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung memperberat hukuman pengacara senior Otto Cornelis Kaligis menjadi 10 tahun penjara.
Kuasa hukum OC Kaligis, Humphrey Djemat menilai, majelis hakim kasasi berlebihan dalam menjatuhkan putusan.
"Keterlaluan, Pak OC Kaligis sudah berusia 75 tahun, jika ditahan selama 10 tahun, kurang lebih usia 85 tahun baru bebas penjara. Ini sama saja ingin dia mati di penjara," ujar Humphrey saat dihubungi, Kamis (11/8/2016).
Menurut Humphrey, hakim agung yang memutus permohonan kasasi OC Kaligis tidak mempertimbangkan keadaan dan kondisi kesehatan terdakwa.
Sebaliknya, Humphrey mencurigai ada motif tertentu hakim saat menjatuhkan vonis.
"Jauh sebelum perkara ini sampai di tingkat kasasi, Hakim Artidjo sudah mengatakan kepada salah satu mantan pimpinan KPK, kalimatnya sebagai berikut 'saya tunggu dia di MA'," kata Humphrey.
Humphrey menyayangkan jika pengambilan putusan hakim hanya berlandaskan pada motif-motif di luar substansi perkara.
"Ini menunjukkan adanya niat untuk menghukum OC Kaligis seberat-beratnya. Bagaimana bisa seorang hakim MA belum membaca berkasnya sudah berniat menghukum berat seseorang," kata Humphrey.
Hingga saat ini, menurut Humphrey, tim pengacara belum mengambil keputusan untuk mempertimbangkan upaya hukum lanjutan. Hal itu akan dibicarakan terlebih dulu dengan OC Kaligis.
Mahkamah Agung memperberat hukuman bagi Kaligis dalam upaya hukum kasasi yang dimohonkan beberapa waktu lalu.
MA menambah hukuman OC Kaligis menjadi 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Majelis hakim kasasi perkara itu dipimpin Artidjo Alkostar dengan anggota Krisna Harahap dan M Latif.
Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kaligis divonis 5,5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan. Komisi Pemberantasan Korupsi tak terima vonis itu dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta.
Hukuman bagi mantan politisi Partai Nasdem ini bertambah di tingkat banding menjadi tujuh tahun penjara dengan jumlah denda yang sama.
Menurut majelis hakim, Kaligis yang bergelar guru besar seharusnya menjadi panutan yang harus digugu dan ditiru seluruh advokat dan mahasiswa.
Sebagai seorang advokat terdakwa seharusnya steril dari perbuatan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lain dalam menjalankan profesinya sesuai sumpah jabatan yang harus dipatuhi setiap Advokat. Itu seperti tertuang dalam Pasal 4 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, kata majelis hakim.
Dalam kasus ini, Kaligis menyuruh bawahannya membawa amplop berisi uang yang diselipkan dalam buku untuk diberikan ke hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Selain itu, Kaligis selalu melimpahkan kesalahan ke anak buahnya, M Yagari Bhastara, yang juga dipidana dalam kasus ini. Padahal, Gary hanya menuruti perintah Kaligis.
Kaligis didakwa menyuap majelis hakim dan panitera PTUN di Medan sebesar 27.000 dollar AS dan 5.000 dollar Singapura.
Uang tersebut didapat Kaligis dari istri Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti, yang ingin suaminya "aman" dari penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Evy memberikan uang sebesar 30.000 dollar AS kepada Kaligis untuk diserahkan kepada hakim dan panitera PTUN Medan.(Abba Gabrillin)