PSI Setuju Dwi Kewarganegaraan Diberlakukan
Pengakuan terhadap dwi kewarganegaraan (DK) terbukti meningkatkan Gross national product (GNP).
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terlepas dari kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang (UU) Kewarganegaraan yang dilakukan Archanda Tahar (AT) namun kita perlu mencermati isu UU Kewarganegaraan kita yang memang meletakkan posisi anak hasil kawin campur seperti Gloria dan WNI seperti AT serta jutaan diaspora lainnya dalam posisi yang terpojok.
Menurut Isyana Bagoes Oka, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia (DPP PSI), jutaan dispora Indonesia di banyak negara menghadapi pilihan yang sulit.
Mereka memiliki karir dan kehidupan yang baik di negara-negara di mana mereka hidup sekarang, mereka juga memiliki cinta pada Indonesia sebagai Ibu Pertiwi, namun dengan UU Kewarnegaraan sekarang mereka terpaksa menanggalkan status WNI bila mengajukan status warga negara setempat.
"Mereka "dipaksa" keluar dari WNI," kata Isyana di Jakarta, Selasa (16/8/2016).
Hal ini menimpa penyanyi Anggun C Sasmi yang sukses meniti karir sebagai penyanyi internasional dari Perancis dan mengajukan kewarganegaraan Perancis yang sebenarnya hanya untuk memperlancar karir di sana, namun dia terpaksa menanggalkan status WNI karena tuntutan UU Kewarganegaran sekarang.
"Sudah semestinya kita melakukan revisi terhadap UU No 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang masih tidak mengakui dwi kewarganegaraan," tegas Isyana.
Pengakuan terhadap dwi kewarganergaan merupakan janji politik Presiden Joko Widodo saat bertemu masyarakat dan diaspora Indonesia di Wisma Tilden Washington DC, Amerika Serikat, 26 Oktober 2015.
Jokowi telah berjanji mendorong Pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU Dwi-Kewarganegaraan yang saat ini sudah masuk Prolegnas DPR.
Pengakuan terhadap dwi kewarganegaraan (DK) juga terbukti meningkatkan Gross national product (GNP).
Studi yang dilakukan oleh tim TFIK (Taskforce Imigrasi dan Kewarganegaraan) menunjukkan bahwa sejak diberlakukannya DK oleh negara-negara berkembang seperti Pakistan, Sri Lanka, Bangladesh, India dan Filipina.
Selain itu, pengakuan terhadap dwi-kewarganegaraan melindungi 'aset' bangsa yang berupa tokoh-tokoh potensial yang diincar oleh negara lain.
Salah satu contoh, menurut Isyana, Ahmed Zewail peraih Nobel 1999 warga negara Mesir yang kemudian memiliki kewarganegaraan kedua, Amerika Serikat.
Saat ia meraih Nobel tetap diakui sebagai kewarganegaraan Mesir dan menjadi kebanggaan bangsa Mesir, meski juga punya kewarganegaraan AS. Setelah dia meninggal satu pekan lalu: 7 Agustus 2016, dia minta dikebumikan di Mesir.
"PSI mendesak DPR untuk segera merevisi UU Kewarganegaraan dengan mengakomodir aspirasi pengesahan hak dwi kewarganegaraan," pungkas Isyana.