Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Suka Duka Transmigran: Awalnya Saya Takut Tsunami

Selama satu tahun pertama, kehidupannya ditopang oleh bantuan sembako dari pemerintah.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Suka Duka Transmigran: Awalnya Saya Takut Tsunami
Tribunnews.com/Seno Tri Sulistiyono
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ikut serta menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengikuti sidang tahunan MPR/DPR/DPD, Selasa (16/8/2016). 

Selama satu tahun pertama, kehidupannya ditopang oleh bantuan sembako dari pemerintah.

Di tempat barunya itu, tidak ada listrik, namun di tempat baru itu ia bisa mengakses listrik dari genset, yang hanya bisa dioperasikan sesekali saja.

Praktis hal itu membuat wilayah Uba Selatan menjadi wilayah yang sunyi dan gelap pada malam hari.

Selain listrik, sinyal telepon selular juga tidak tersedia di wilayah tersebut.

Walaupun Imam dan semua anggota keluarganya memiliki handphone, namun benda tersebut tidak bisa dimanfaatkan untuk berkomunikasi.

"Kalau kangen keluarga di Banyuwangi, saya bisa telepon, tapi harus dari ibukota kabupaten, namanya Labuha, jaraknya sekitar satu jam dengan sepedamotor," ujarnya.

Tanpa listrik dan sinyal telepon selular, hal itu membuat pilihan hiburann Imam terbatas.

Berita Rekomendasi

Ia mengaku selama tinggal di Uba Selatan, hiburannya hanyalah mencangkul tanah, dan bercengkrama dengan keluarganya.

"Kalau siang ya saya mencangkul, ya kalau malam cuma bercanda dengan anak istri saya," katanya.

Aliran listrik dari pembangkit listrik terdekat baru tersedia tahun lalu, begitupun dengan sinyal telepon selular.

Kemajuan-kemajuan tersebut telah membuat hidupnya jauh lebih mudah.

Selain infrastruktur, sebagai seorang transmigran ia juga harus bisa bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, yang mayoritasnya tidak bisa berbahasa Indonesia.

Namun dengan niat baik dan kesediaan untuk saling memahami, ia tidak pernah menemui kendala dalam berkomunikasi.

Segala keterbatasan di wilayah baru itu menurut Imam adalah hal yang pantas untuk ia tempuh.

Di tempat baru itu ia menanam buah naga, yang setiap bulannya panen, mencapai 400-600 kilogram.

Keuntungan yang ia raup dari hasil sekali panen adalah Rp 17 juta.

"Ya lumayanlah dibandingkan tetap di Jawa," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas