Ini Alasan Posisi Menteri ESDM Jangan Ditempati Orang Partai Politik
Kalau dia orang partai, dia tidak bebas dalam memutuskan
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo diminta memilih Menteri Energi Sumber Daya Energi (ESDM) bukan berasal dari partai politik, guna menghindarkan kerugian negara dalam pengambilan keputusan pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA).
Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmi Radhi mengatakan, walaupun anggaran Kementerian ESDM relatif kecil, tetapi keputusan Menteri ESDM terkait industri migas dan minerba nilainya mencapai ribuan triliun rupiah.
"Kalau orang partai dikhawatirkan ini menjadi sasaran korupsi bagi partai tadi, jadi saya tegaskan untuk posisi Menteri ESDM bukan dari orang partai," kata Fahmi dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (20/8/2016).
Menurut Fahmi, orang-orang partai akan tergoda dengan nilai ribuan triliun dari industri yang ditangani oleh Kementerian ESDM, misalnya keputusan ekspor kondensat yang dilakukan Freeport yang jumlahnya tidak kecil.
"Kalau dia orang partai, dia tidak bebas dalam memutuskan dan bisa saja dia meminta imbalan, kemudian blok-blok yang sudah habis masa kontraknya harus dikembalikan ke negara. Tetapi kalau orang partai bisa saja diperpanjang, Jero Wacik itu hampir saja memperpanjang Blok Masela oleh Total," tutur Fahmi.
Lebih lanjut dia mengatakan, orang-orang partai dapat dipilih menjadi Menteri ESDM jika organisasi kepartaian di Indonesia sudah berjalan dengan baik, karena saat ini untuk menjadi ketua partai politik harus mengeluarkan dana besar dan masih banyak kepentingan pribadi atau kelompoknya sendiri.
"Makanya yang aman non partai, kecuali sistem kepartaian kita sudah berubah dengan baik, coba dari mana uangnya untuk jadi ketua partai, kalau dia jadi Menteri ESDM dikhawatirkan memanfaatkan kekayaan alam yang ada di Indonesia," ujar Fahmi.