KPK Cegah Tiga Orang Terkait Kasus Izin Usaha Tambang di Sulawesi Tenggara
Pencegahan terkait penyidikan Izin Usaha Pertambangan di Sulawesi Utara.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirim tiga nama baru kepada Direktorat Jenderal Imigrasi untuk dicegah bepergian ke luar negeri.
Pencegahan terkait penyidikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Sulawesi Tenggara.
Mereka yang dicegah antara lain Direktur PT Billy Indonesia Widdi Aswindi, pemilik PT Billy Indonesia Emmy Sukiati Lasimon dan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Burhanuddin.
"Mereka dicegah ke luar negeri karena jika sewaktu-waktu penyidik membutuhkan keterangan yang bersangkutan tidak sedang di luar negeri," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, Jakarta, Jumat (26/8/2016).
Berdasarkan surat pencegahan tersebut, ketiga orang tersebut tidak bisa meninggalkan Indonesia selama enam bulan ke depan.
KPK sebelumnya telah mencegah Gubernur Sulawesi Utara Nur Alam yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
PT Billy berkepentingan terhadap Nur Alam. Kantor perusahaan tersebut telah digeledah KPK sebelumnya di Pluit, Jakarta Utara.
Perusahaan tersebut memiliki tambang di Bombana dan Konawe Selatan.
PT Billy memiliki rekan bisnis Richcorp International diketahui bergerak di tambang.
Perusahaan yang berbasis di Hongkong tersebut membeli nikel dari PT Billy.
Berdasarkan Laporan Hasil Analisis (LHA) yang dikeluarkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai 10 rekening gendut kepala daerah, perusahaan tersebut pernah mengirim uang 4,5 juta Dolar ke Nur Alam.
Saat Kejagung menangani kasus tersebut, Direktorat Penyidikan Pidana Khusus telah mengirimkan tim ke Hong Kong guna mengecek keberadaan Richcorp.
Hasilnya, rupanya perusahaan tersebut sudah tidak beroperasi sejak 2010.
Padahal, dana dikirimkan ke rekening Nur Alam pada 2011.
Kantor Richcorp International di Hong Kong berbentuk seperti apartemen. Namun, perusahaan tersebut sudah beraktivitas.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribun, Nur Alam mendapat bantuan dari seorang ahli keuangan di Kendari guna menyamarkan transaksi tersebut.
Uang tersebut kemudian diputar-putar dan disebut-sebut hanya sebatas uang pinjaman.
Sebelumnya, KPK menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang terkait persetujuan izin usaha pertambangan kepada PT Anugerah Harisma Barakah.