Uniknya Pasangan Kembar Siam Yuliana-Yuliani: Kesamaan Jadwal Mensturasi, Mimpi Hingga Rasa Sakit
Ana dan Ani mengaku mempunya jadwal menstruasi yang sama, ingin buang air kecil pada saat yang sama, hingga pernah bermimpi yang sama.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua perempuan berwajah sangat mirip, duduk di ruang tunggu studio Kompas TV, Palmerah, Jakarta, Kamis (25/8) pagi.
Mereka adalah Pristian Yuliana dan Pristian Yuliani, dua perempuan yang terlahir kembar siam pada bagian kepala pada 1987 lalu.
Kembar Yuliana-Yuliani menjadi pemberitaan hangat pada 1987 alias 29 tahun silam karena dilahirkan sebagai bayi kembar siam.
Berkat upaya keras yang dilakukan tim dokter Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dipimpin Prof dr Padmosantjojo, Yuliana dan Yuliani bisa dipisahkan serta hidup normal. Bagimana kondisi mereka saat ini, berikut laporannya.
Saat itu mereka menjadi bahan pemberitaan berbagai media karena keberhasilan operasi pemisahan yang dilakukan Prof dr Padmosantjojo.
Kini, keduanya telah menginjak usia 29 tahun dan mempunyai karier yang cemerlang.
Ana, sapaan Yuliana, yang dianggap sebagai kakak, saat ini tengah menyelesaikan program strata tiga (S3) atau doktoral ilmu nutrisi dan teknologi di Institut Pertanian Bogor (IPB), Jawa Barat.
Sedang sang adik, Ani, sapaan Yuliani, telah lulus menjadi dokter dari Universitas Andalas dan sedang menjalani program intersip di Puskesmas Seberang Padang, Kota Padang, Sumatera Barat.
Saat berada di Kompas TV, keduanya mengenakan pakaian hingga aksesoris yang sama.
Baju yang dikenakan, yakni warna hitam bercorak bunga warna putih merah marun. Keduanya kompak mengenakan celana jins biru.
"Pakaian dan aksesori yang kami kenakan ini bukan karena direncanakan. Ini kebetulan. Make up kami juga masing-masing, di sini cuma dipoles sediking untuk finishing touch sebagai narasumber," ujar Ani, yang dibenarkan Ana.
Ani menceritakan, dirinya dan Ana mulai mengetahui lahir sebagai kembar siam sejak kecil.
Sang ayah, Tularji dan ibunda, Hartini, menceritakan sembari menunjukkan sejumlah kliping koran tentang pemberitaan operasi pemisahan oleh dokter ahli bedah saraf, Prof dr RM Padmosantjojo, di RSCM, Jakarta, pada 21 Oktober 1987.