Diiming-imingi Rp 10 Juta, Polisi Buru Orang yang Instruksikan Ledakkan Bom di Gereja St Yosep
Agus mengatakan, sementara ini penyidik fokus pada pemeriksaan pelaku.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku teror bom di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep, Medan, IA, mengaku disuruh oleh orang tak dikenal untuk melakukan penyerangan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Agus Rianto mengatakan, pihak kepolisian masih mengincar identitas dan keberadaan orang tersebut.
"Orangnya ini yang kami cari. Kan bisa ada, bisa enggak," ujar Agus di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (29/8/2016).
Agus mengatakan, sementara ini penyidik fokus pada pemeriksaan pelaku.
Penyidik juga menelusuri kemungkinan adanya keterlibatan orang lain sebagaimana pengakuan IA.
Pertemuan IA dengan orang tak dikenal itu terjadi pada Kamis (25/8/2016).
Orang tersebut menawarkan uang Rp 10 juta jika IA bersedia melakukan apa yang diinstruksikan.
IA sepakat pada tawaran orang itu, meski uang belum diterimanya sama sekali.
Orang tak dikenal itu memberikan black powder sebagai bahan dasar peledak.
Keesokan harinya, IA mulai membeli perlengkapan untuk merakit bom.
Dia membeli korek api, kabel, dan merakitnya bersama dengan black powder yang diberikan orang tak dikenal.
"Black powder yang diberikan ke IA sebagai material yamg nanti dicampur korek api sebagai amunisi atau mesiu dalam proses pembuatan bahan peledak yang akan digunakan nantinya," kata Agus.
Kemudian, IA mulai perangkai rakitan bom. Dia terinspirasi cara merakit bom dari tayangan televisi.
Sempat terjadi ledakan saat perakitan, namun tidak besar. Ledakan itu juga diketahui oleh kakak IA.
"Berbekal dari pengalaman hari Sabtu itu, pada Minggu pagi IA melaksanakan niatnya sesuai apa yang diarahkan orang lain tersebut," kata Agus.
Saat ini, polisi masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap IA. Sejumlah saksi sudah diperiksa, seperti pihak keluarga IA, pastor Albret S. Pandiangan yang terluka karena serangan, serta jemaat yang melakukan ibadah di gereja tersebut.
Atas perbuatannya, tersangka dikenakan Undang-undang Nonor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme serta Undang-yndang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api dan bahan peledak.(Ambaranie Nadia Kemala Movanita)