Rohadi, Panitera PN Jakarta Utara Hattrick Jadi Tersangka di KPK
Bagi Rohadi, penetapan ini adalah penetapan sebagai tersangka yang ketiga.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi, sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang.
Bagi Rohadi, penetapan itu adalah penetapan sebagai tersangka yang ketiga. Sebelumnya dia telah ditetapkan sebagai tersangka kasus menerima hadiah dan gratifikasi.
"Penyidik KPK juga telah menemukan bukti permulaan cukup untuk menetapkan R sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, di kantornya, Jakarta, Rabu (31/8).
Rohadi diduga telah menempatkan, mengalihkan, membelanjakan, dan menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil korupsi.
"Tujuannya untuk menyamarkan asal-usul sumber lokasi peruntukan pengalihan hak-hak atau kepemilikan," kata Priharsa.
Penetepan itu membuat Rohadi hattrick berstatus tersangka.
Pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu siang, nama Rohadi disebut sebagai penerima uang suap sebesar Rp 250 juta.
Uang itu diserahkan oleh kakak dan pengacara Saipul Jamil, yakni Samsul Hidayatullah dan Berthanalia Ruruk Kariman.
Uang tersebut disebut hendak diserahkan kepada hakim dan penyerahan dilakukan lewat perantaraan Rohadi.
"Dengan tujuan memengaruhi putusan perkara atas nama Saipul Jamil untuk dapat menjatuhkan putusan yang seringan-ringannya," kata Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dzakiyul Fikri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu siang.
Seperti diketahui, Saipul Jamil adalah artis yang terjerat kasus pencabulan terhadap DS, remaja di bawah umur.
Kasus ini mencuat setelah korban melapor ke polisi, awal 2016 lalu. Saipul kemudian ditangkap dan di pengadilan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.
Sidang kasus suap kepada hakim PN Jakarta Utara yang digelar Senin siang, merupakan sidang pertama.
Terdakwa yang dihadirkan di sidang adalah Samsul Hidayatullah dan Berthanalia Ruruk Kariman.
Mereka didakwa menyuap hakim PN Jakarta Utara, Ifa Sudewi, lewat Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi.
Jaksa menyatakan, pada 10 Mei 2016, jelang sidang pembacaan eksepsi, Bertha menerima telepon dari suaminya Karel Tupu yang menganjurkan Bertha menemui Ifa Sudewi, untuk meminta bantuan perkara Saipul.
Seusai sidang, Bertha menemui Ifa dan menanyakan penangguhan penahanan dan putusan sela. Dalam pertemuan itu, Ifa menyatakan bahwa perkara Saipul mendapat sorotan publik.
Ifa menegaskan ia tidak akan memberikan penangguhan penahanan kepada Saiful.
"Namun dia akan membantu di putusan akhir dan akan dibuktikan melanggar pasal 292 KUHP jika terdakwa I (Bertha) dapat memeroleh bukti bahwa korban DS sudah dewasa atau bukan anak-anak," kata jaksa.
Bertha kemudian bertemu Rohadi dan membicarakan perkiraan tuntutan jaksa terhadap Saipul Jamil.
Pada komunikasi berikutnya, Bertha menyatakan harapannya adalah Saipul dijatuhi hukuman onslag atau hukuman percobaan. Alasannya, korban bukanlah bocah di bawah umur seperti dinyatakan oleh jaksa.
"Namun, dijawab oleh Rohadi untuk menyiapkan uang pengurusan yang jumlahnya disampaikan setelah dibacakan tuntutan perkara Saipul," ujar jaksa.
Pada 7 Juni 2016, jaksa membacakan tuntutan untuk Saipul. Jaksa minta Saipul dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Bertha pun mengirim SMS kepada Rohadi agar menghadap hakim Ifa. "Dek berat skali, besok pagi2 hrs ngadep ibu," bunyi SMS Bertha.