Tidak Adil Bila Pengusaha UMKM Dikenai Sanksi Sama Seperti Konglomerat
"Dalam praktiknya, kebijakan tax amnesty kemudian menyasar kepada UMKM, yang ada di dalamm negeri,"
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty seharusnya hanya menyasar taipan yang mengemplang pajak.
Namun belakangan pengusaha Usaha Mikro Kecil Menengah (UKM) juga dikenai pajak.
Sekjen Forum Indonesia Untuk Transparansi Keuangan (FITRA), Yenny Sucipto, menyayangkan hal tersebut.
"Dalam praktiknya, kebijakan tax amnesty kemudian menyasar kepada UMKM, yang ada di dalamm negeri," ujar Yenny dalam siaran persnya.
Kebijakan pengampunan pajak yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2016 itu, memberikan kesempatan bagi para pengemplang untuk meminta pengampunan.
Caranya adalah dengan mengakui kesalahan, dan membayar uang tebusan.
Awalnya kebijakan tersebut ditujukan untuk taipan yang memang memiliki uang dalam jumlah besar, dengan harapan uang dari kebijakan tersebut bisa mendongkrak perekonomian negara.
"Dengan minimnya capaian target kebijakan tax amsnety kemudian menyasar kepada peserta taat pajak yang ada di dalam negeri atau yang lebih khusus adalah UMKM," katanya.
Menurut Yenny bila penguaha UMKM yang uangnya tidak sebanyak para taipan itu juga dibebani dengan kebijakan.
Bila pada pengusaha UMKM yang tidak melaporkan pajaknya dengan benar, maka akan ada sanksi berupa denda 200 persen, sama seperti yang diterapkan untuk para konglomerat.
Hal itu tentunya membebani dan membuat resah pengusaha UMKM yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.
"Petugas Pajak tidak dapat menjelaskan dengan baik program tax amsnety sehingga menimbulkan ketakutan bagi pelaku usaha, dan tidak seharusnya sanksi yang diberikan sama dengan para konglomerat," katanya.
Karena itu FITRA melaporkan hal itu ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) agar menindaklanjuti petugas pajak yang belum paham terhadap program tax amnesty sehingga menimbulkan ketakutan bagi wajib pajak.
"Perhitungan tarif tebusan yang sama dengan konglomerat dirasa tidak adil bagi