Direktur Utama PT Bososi Pratama Diperiksa KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Utama PT Bososi Pratama, Andi Uci Abdul Hakim.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Utama PT Bososi Pratama, Andi Uci Abdul Hakim.
Andi dipanggil terkait penyalahgunaan kewenangan Gubernur Sulawesi Tenggara dalam persetujuan dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan di Sulawesi Tenggara tahun 2008-2014.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha mengatakan Andi akan dimintai keterangannya untuk tersangka Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NA (Nur Alam)," kata Priharsa, Jakarta, Kamis (8/9/2016).
Berdasarkan penelusuran Tribun, PT Bososi adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan tambang yang berkantor di Morombo, Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Andi memiliki catatan buruk dalam dunia usaha. Dia adalah terdakwa terkait tindak pidana penyerobotan kawasan hutan lindung di Kabupaten Konawe yang belum diturunkan statusnya sebagai Hutan Produksi.
Andi juga didakwa telah melakukan pengiriman material ore yang belum dibentuk menjadi biji nikel sebagaimana diatur dalam Undang-undang Mineral dan Batu bara (Minerba) Nomor 4 tahun 2012 pasal 158 dan pasal 161.
Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Unaaha, Andi Uci Abdul Hakim terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'Membantu Orang Lain Melakukan Pengangkutan dan Penjualan Mineral Yang Tidak Disertai Izin Usaha Pertambangan'.
Andi divonis pidana penjara selama satu bulan dan 15 hari dan denda sebesar Rp 10 juta. Putusan tersebut dibacakan pada 7 Mei 2015.
Sebelumnya, KPK Nur Alam sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang terkait persetujuan izin usaha pertambangan yang diterbitkan kepada PT Anugrah Harisma Barakah.
PT Anugrah melakukan penambangan nikel di Buton dan Konawe. Sayangnya, penambangan tersebut juga dilakukan di kawasan hutan lindung. Nur Alam pun menurunkan status hutan tersebut dari hutan lindung menjadi hutan produksi.
Selain PT Anugrah, PT Billy Indonesia juga mendapatkan izin usaha pertambangan di hutan lindung seluas 2,2 ha. (Eri Komar Sinaga)