Presiden Jokowi Harus Konsisten Tegas terhadap Pelaku Pembakaran Hutan
Akmal Pasluddin meminta kepada Presiden Jokowi untuk tetap memertahankan sikapnya yang tegas terhadap pelaku pembakar hutan dan lahan.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Akmal Pasluddin meminta kepada Presiden Jokowi untuk tetap memertahankan sikapnya yang tegas terhadap pelaku pembakar hutan dan lahan.
Pasalnya, Akmal melihat saat ini pemerintah mulai terlihat ragu untuk mengusut tuntas kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla), yang dibuktikan dengan adanya foto bersama antara Perwira Menengah (Pamen) Polda Riau bersama dengan salah seorang pengusaha perkebunan sawit.
“Saat ini Polri malah memersilahkan masyarakat untuk mengajukan praperadilan terhadap SP3 atas kasus pembakaran hutan dan lahan. Ini merupakan sikap yang buruk dari penegak hukum kita, dimana seharusnya hal itu adalah tanggung jawab yang harus dipikul olehnya, bukan malah lempar tanggung jawab ke masyarakat,” kata Akmal dalam keterangan tertulis, Rabu (14/9/2016).
Meskipun telah diklarifikasi oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Mabes Polri bahwa pengusaha yang hadir tersebut bukan bagian dari petinggi 15 (lima belas) perusahaan yang dikenakan SP3, namun bukti foto tersebut, menurut Akmal, akan menjadi preseden buruk karena akan membuat semakin buruknya kinerja pemerintah terhadap penanganan kejahatan lingkungan.
“Sebaiknya pemerintah segera kembali pada sikapnya yang konsisten. Karena setiap kejadian saat ini telah terekam secara baik oleh ingatan masyarakat dengan kemudahan teknologi yang ada sehingga sangat mudah untuk membuka kembali arsip kejadian masa lalu,” kata Politikus PKS itu
Akmal menambahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang selama ini menjadi mitra kerjanya, sudah melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan.
Namun,segala upaya yang dilakukan Kementerian LHKtersebut akan menjadi sia-sia apabila tidak didukung oleh lembaga penegak hukum, terlebih tanpa adanyapolitical will dari seorang presiden.
“Kasus kejahatan pembakaran hutan dan lahan ini bukan kejahatan biasa. Dampak yang ditimbulkan mampu membunuh makhluk hidup termasuk manusia pada sebuah kawasan. Bahkan kerugian ini bukan saja dirasakan oleh bangsa sendiri. Negara tetangga juga ikut merasakan sehingga Indonesia menjadi bahan cibiran,” ujarnya.
Bank Dunia mencatat, bahwa selama 2015, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia memberikan kerugian sebesar 221 Triliun rupiah dengan total luas lahan terbakar sekitar 600 ribu hektar. BNPB mencatat, ada 503.874 jiwa menderita ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) sejak juli hingga oktober 2015 di 6 propinsi. Di kalimantan Timur saja, dampak kerugian mencapai 37 triliun rupiah.
Padahal, lanjut Akmal, sepanjang tahun 2014 dari data yang dihimpun Unit Pelayanan Teknis Dinas Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan (UPTD PKHL), kebakaran hutan dan lahan terjadi seluas sekitar 40 ribu hektar.
Kenaikan hingga 15 kali lipat kebakaran tahun 2015 dibanding 2014 menjadikan Karhutla tahun 2015 merupakan kejadian terburuk sepanjang 20 tahun terakhir.
“Saat ini KPK sudah mulai mendeklarasikan akan menangani kasus karhutla. KPK mengklaim sudah sesuai saran presiden dan sudah mulai konsultasi dengan Kementerian LHK," pungkas Andi Akmal Pasluddin.
Diketahui, pada November 2015, Presiden Jokowi telah menginstruksikan kepada Kementerian LHK agar fokus pada upaya pencegahan Karhutla agar tidak terulang kembali di 2016.
Presiden Jokowi juga meminta Kementerian LHK untukmelakukan peninjauan kembali terhadap beberapa peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, dan peraturan gubernur untuk menyisir dan menutup peluang pembakaran hutan serta lahan gambut.
Bahkan, Presiden Jokowi pada 2015 juga telah berkomitmen untuk tidak memberikan izin baru bagi para pengusaha untuk mengelola lahan gambut.