Ketua KPK Sebut Ada Perusahaan Farmasi Setor Rp 800 Miliar ke Dokter
"Saya dilapori PPATK. Masih ada pabrik farmasi yang lain," kata Agus.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ada salah satu perusahaan farmasi yang tidak terlalu besar selama tiga tahun mentransfer uang Rp 800 juta ke dokter.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan data tersebut dia peroleh berdasarkan transaksi lalu lintas keuangan dari Pusat Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
"Saya dilapori PPATK. Masih ada pabrik farmasi yang lain," kata Agus di Jakarta, Jumat (16/9/2016).
Menurut Agus, berdasarkan penelitian ini disebabkan masalah sistem di Indonesia.
Agus mengungkapkan belanjan kesehatan Indonesia mencapai 40 persen.
Jika dibandingkan negara-negara lain, belanja kesehatan Indonesia tergolong besar.
Belanja kesehatan Jepang hanya 19 persen, Jerman 15 persen.
"Ini harus diperkenalkan hal-hal baru yang ubah kebiasaan itu. Ini membutuhkan komitmen banyak pihak. Pengenalan sistem baru tadi akan menjadi salah satu kegiatan KPK mentrigger," tukas Agus.
Sebelumnya, KPK bersama Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia dan gabungan perusahaan farmasi menyepakati mengenai pemberian sponsorship kepada dokter.
Agar tidak dijerat pasal gratifikasi, sponsorship tersebut kini tidak bisa lagi diberikan langsung kepada dokter atau pribadi.
Direktur Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan sponsorship tersebut kini ditangani oleh rumah sakit atau organisasi dokter.
"Sepakat tidak memberikan sponsorship kepada individu dokter, dokter PNS diberikan ke insitusi rumah sakit dalam bentuk penawaran ke rumah sakit yang bersangkutan," kata Pahala saat memberikan konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (2/2/2016).
Misalnya saja, sebuah perusahaan farmasi memberikan fasilitas mengikuti seminar yang berlokasi di Jakarta.
Maka, penawaran tersebut akan diserahkan ke rumah sakit, kemudian pihak rumah sakit yang menunjuk dokter yang mendapatkannya.
Aturan tersebut juga berlaku untuk dokter swasta.
Bedanya, sponsorship kepada dokter swasta akan diatur oleh profesi kedokteran baik Ikatan Dokter Indonesia maupun perhimpunan dokter lainnya.
"Nanti mereka yang menentukan siapa yang berangkat dan teknisnya, perbedaan paling substansial tidak ada lagi pemberian sponsorship dari farmasi ke individu," kata Pahala.