Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mengaku Didiskriminasi, Wanita Mantan Aktivis Gafatar Ini Mengadu ke Komnas Perempuan

"Cukup saya saja yang mengalami, jangan sampai terulang. Kami dipulangkan ke Indramayu."

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Mengaku Didiskriminasi, Wanita Mantan Aktivis Gafatar Ini Mengadu ke Komnas Perempuan
KOMPAS IMAGES
Suratmi, warga eks Gafatar saat menceritakan kisahnya selama evakuasi paksa pada awal Januari lalu. Sejumlah warga eks Gafatar melakukan media visit ke kantor redaksi Kompas.com, Palmerah Selatan, Jakarta Barat, Jumat (12/8/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- "Satu pekan saya mengalami pendarahan sehingga mengalami, keguguran," tutur Suratmi, wanita eks aktivis Gerakan Fajar Nusantara Gafatar (Gafatar), saat menyambangi Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) di Jalan Latuharhari, Jakarta, Jumat (16/9/2016).

Suratmi bersama empat perempuan lainnya mengadu ke Komnas Perempuan atas diskriminasi yang dirasakan.

Setelah pengusiran anggota Gafatar dari Mempawah, Kalimantan Barat awal Januari 2016 lalu, dirinya berusaha mencari tempat hidup baru.

Suratmi bersama keluarganya pernah tinggal di penampungan di kota Pontianak.

Meskipun saat itu kondisinya sedang hamil, hanya sarden dan mie instan yang dapat dimakan selama tinggal di tempat ini.

Dirinya harus berjuang melewati perjalan yang penuh sesak di kapal laut lantaran semua anggota Gafatar akan dipulangkan ke kampungnya masing-masing.

Perjalanan yang melelahkan itu harus dinikmati hingga akhirnya tiba di Jakarta.

BERITA REKOMENDASI

Di Jakarta, eks Gafatar diungsikan ke asrama Haji Pondok Gede. Di sinilah Suratmi merasa kondisi fisik dan kandungannya kian menurun, hingga akhirnya terjadi pendarahan dan keguguran. Saat itu sempat ada penanganan.

Surtami mengaku sempat akan dibawa ke rumah sakit, namun tidak jadi lantaran akan segera dipindah ke Cimahi, Jawa Barat, bersama eks Gafatar lainnya.

Di Cimahi pun tak ada perlakuan yang berbeda. Pelayanan dari Kementerian Sosial tak dia dapatkan.

Bahkan, setelah dirinya kembali tinggal di kampung halaman di Mekarjati, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, perlakuan diskriminatif tetap dialami.

Kepala desa tak mengizinkan keluarganya tinggal di Mekarjati.


"Cukup saya saja yang mengalami, jangan sampai terulang. Kami dipulangkan ke Indramayu. Saya diberikan pilihan oleh kepala desa diberikan dana kontrakan asal keluar dari desa itu. Saya terima karena tak punya dana," tutur dia.

"Banyak saudara kami yang mengalami, saya hanya mewakili. Ke depannya saya minta hak saudara kami bisa dikembalikan seperti semua anak kami. Tadinya kami dibilang aliran sesat, kami ingin seperti yang lain, kami warga negara yang baik," tambah Suratmi.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas