Kapten Bram, Bos Pencari Suaka ke Australia dan New Zealand
Kapten Bram ditangkap karena merupakan salah satu pelaku yang terlibat dalam jaringan penyelundupan orang, yakni para pencari suaka ilegal.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Siapa sebenarnya Abraham Louhenappessy alias Kapten Bram yang ditangkap tim gabungan Polri pada Kamis (22/9/2016) kemarin di Semanan, Kalideres, Jakarta Barat ?
Tidak tanggung-tanggung, untuk menangkap seorang Kapten Bram, tim gabungan yang terdiri dari jajaran Subdit III Ditipidum Bareskrim Polri, Intelkam dan Polda NTT dikerahkan.
Sekedar informasi, Kapten Bram ditangkap karena merupakan salah satu pelaku yang terlibat dalam jaringan penyelundupan orang, yakni para pencari suaka ilegal.
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar menuturkan peran Kapten Bram yakni membantu penyelundupan pencari suaka yang masuk dan keluar Indonesia dengan menyediakan kapal.
"Yang bersangkutan merangkap sebagai Nahkota Kapal, oleh kepolisian Australia dia diduga bos pencari suaka ke Australia dan New Zealand," kata Boy, Sabtu (24/9/2016).
Jenderal bintang dua ini melanjutkan selain mengamankan Kapten Bram, pihaknya juga menyita sejumlah barang bukti seperti paspor, tiket pesawat dari Jakarta ke Thailand, Kenya, Bamako Mali, Abuja, Nigeria, Prancis, Abu Dabi dan Jakarta menggunakan Kenya Airland.
Selain itu turut disita pula, empat buah Handpone, KPT, buku pelaut, kartu ATM dan SIM A yang seluruhnya milik Kapten Bram.
Sebelumnya, Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes Sulistiyono menuturkan Kaptem Bram adalah DPO Polres Rote sejak 31 Mei 2015 silam.
"Pelaku ini DPO Polres Rote, kami akan segera limpahkan ke Pulau Rote. Kami bantu pengungkapannya, beberapa pelaku lain sudah diproses di Rote," ucap Sulistiyono, Jumat (23/9/2016) di Mabes Polri.
Dibeberkan Sulistiyono, penangkapan Kapten Bram berawal dari pengembangan yang dilakukan oleh jajarannya.
"Pelaku bekerja sebagai pengkordinir para pencari suaka asal luar negeri dan dibawa ke Selandia Baru," terangnya.
Menurut Sulistiyono, kasus bermula sejak Mei 2015. Saat Kapten Bram dan 10 pelaku lainnya bersama-sama mencari suaka ilegal untuk diberangkatkan ke Selandia Baru.
Selanjutnya terkumpul 65 imigran pencari suaka yang terdiri dari 10 warga Bangladesh, satu Myanmar dan 54 Srilangka. Mereka dibawa dalam dua kapal terpisah.
"Kapal pengangkut berangkat dari Tegal dengan tujuan Selandia Baru. Tapi sesampainya di perbatasan perairan Australia, kapal ini dicegat dan didorong ke perairan Indonesia," tegasnya.
Akhirnya, kapal terdampar di Pulau Rote dan setiap imigran diminta membayar $ 4.000 hingga $ 8.000. Dalam sekali pemberangkatan, para sindikat bisa meraih uang hingga $ 325.000 atau sekitar Rp 4.000.000.000
Pelaku lainnya yaitu Yapi Aponno alias Yapi, Steven Ivan Janny, Medi Ampow, Marthen Karaeng, Arman Johanes sudah tertangkap dan diproses hukum di Pulau Rote.
"Ada 10 pelaku yang sudah tertangkap, masih satu lagi tang DPO yakni Suresh, warga Srilangka, otak komplotan ini," tambahnya.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 120 ayat 1 UU No 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.