Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Elite Golkar Nilai Novanto Punya Hak Jabat Lagi Ketua DPR

Sesungguhnya anggota DPR berhak jadi ketua kan sesuai aturan yang berlaku

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Elite Golkar Nilai Novanto Punya Hak Jabat Lagi Ketua DPR
TRIBUNNEWS.COM/Ferdinand Waskita
Ketua DPD I Golkar DKI Jakarta Fayakhun Andriadi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Golkar Setya Novanto dinilai memiliki hak menjabat kembali Ketua DPR.

Demikian dikatakan Ketua DPD I Golkar Fayakhun Andriadi di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (29/9/2016).

"Hasil dari MK lalu di MKD sudah dipulihkan nama baiknya. Sesungguhnya anggota DPR berhak jadi ketua kan sesuai aturan yang berlaku. Sehingga Pak Nov punya hak untuk jadi Ketua DPR lagi," kata Fayakhun.

Apalagi, kata Fayakhun, nama baik Setya Novanto telah dipulihkan.

Ia menuturkan saat terjadi kasus 'Papa Minta Saham' terjadi persepsi publik yang negatif.

Akhirnya, Novanto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR untuk menghindari kekerasan.

"Lalu kemudian melalui proses hukum beliau tidak memenuhi kesalahan karena alat bukti yang tidak sah. Politisi kan pandai bergaul kalau semua ucapan direkam susah juga," katanya.

Berita Rekomendasi

Mengenai adanya rangkap jabatan bila Novanto kembali menjabat Ketua DPR, ia menilai hal tersebut tak diatur UU MD3.

Hal itu terkait status Novanto yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Golkar.

"Setiap anggota DPR yang berhak menjadi Ketua DPR sesuai aturan yang berlaku. Kalau Novanto jadi ketua DPR lagi ya wajar," katanya.

Diketahui, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memutuskan memulihkan nama baik Politikus Golkar Setya Novanto. Keputusan tersebut diambil dalam rapat yang digelar MKD DPR Selasa 27 September 2016.

"Iya sudah kemarin. Jadi memang ada rapat di MKD menindaklanjuti permohonan Pak Setnov ke MKD untuk peninjauan kembali (PK) terhadap proses persidangan yang dilakukan MKD. Atas pengaduan SS (Sudirman Said) dengan bukti rekaman," kata Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding ketika dikonfirmasi, Rabu (28/9/2016).

 Sudding mengatakan putusan tersebut dikarenakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa bukti rekaman tidak bisa dijadikan alat bukti

 "Rekaman itu tidak sah dan tidak mengikat," kata Politikus Hanura itu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas