Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Waspadai Kepentingan Asing di Balik Usulan Menaikkan Tarif Cukai Rokok

UU Pertembakauan tersebut harus melindungi segenap rakyat pertembakauan Indonesia

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Waspadai Kepentingan Asing di Balik Usulan Menaikkan Tarif Cukai Rokok
ist
Pabrik rokok di Kudus 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo mengingatkan pemerintah untuk tidak salah langkah dalam mengambil keputusan kebijakan kenaikkan cukai rokok.

Seharusnya dipelajari dan pertimbangkan lagi secara matang.

Pemerintah harus mewaspadai adanya kepentingan asing di balik usulan kenaikkan harga cukai rokok.

 “Jangan sampai industri-industri strategis seperti rokok ini dikuasai asing. Bahkan kretek yang merupakan heritage warisan leluhur kita juga nanti dinikmati asing keuntungannya," ujar Firman dalam keterangan persnya, Selasa (4/10/2016).

Firman mengingatkan, naiknya cukai rokok akan mematikan industri rokok lokal. Akibatnya akan banyak rokok asing yang dengan mudah masuk ke Indonesia.

“Apalagi sekarang ini rokok Amerika sudah mulai hijrah ke Indonesia," ujarnya.

Politisi dari Partai Golkar itu, mengatakan, sejumlah Non-Goverment Organization (NGO) yang melakukan kajian dan mendorong pemerintah untuk menaikkan cukai rokok pasti memiliki kerjasama dengan NGO asing.

BERITA TERKAIT

Firman mengatakan, yang melakukan dorongan melalui kajian ini adalah NGO-NGO dan kelompok-kelompok yang memang anti rokok.

”Mereka ada kepentingan lain. Mereka itu kan pasti ada kerja sama dengan NGO-NGO luar negeri yang memang punya target membenturkan antara industri farmasi dengan industri pertembakauan," papar Firman.

Padahal di balik itu ada kepentingan asing yang besar yaitu perluasan pasar impor hasil industri pengganti nikotin (Nicotine Replacement Therapy - NRT).

Firman menyebutkan, ada sejumlah negara yang mendorong naiknya cukai rokok.

Negara-negara ini, tidak memiliki industri rokok di negaranya apalagi Indonesia ini surganya rokok, bahan bakunya murah, izinnya murah, pekerjanya juga murah.

“Jadi yang menginginkan harga rokok kita naik itu ya negara-negara yang memang tidak memiliki industri rokok. seperti Singapura, China, dan Australia. Mereka nggak punya tembakau dan pabrik rokok," ujar Firman.

Sementara itu, terhadap Prakarsa Bebas Tembakau (Free Tobacco Initiative - FTI) yang digerakkan oleh kekuatan global, pengamat pertembakauan Gabriel Mahal mengingatkan pemerintah agar dalam pembuatan suatu produk hukum, termasuk UU Pertembakauan, hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah menjawab pertanyaan, untuk apa UU itu dibikin.

Menurut Gabriel, setiap UU itu dibikin haruslah bertujuan untuk memastikan tercapainya tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana dirumuskan dalam Alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945.

“Jadi, jika membicarakan tentang pembuatan UU Pertembakauan, maka substansi UU itu harus memastikan dan memberikan jaminan: Pertama, UU Pertembakauan tersebut harus melindungi segenap rakyat pertembakauan Indonesia, yang berarti melindungi seluruh masyarakat Industri Pertembakau Indonesia, mulai hilir hingga hulu.

Jaminan perlindungan ini penting karena menurut Gabriel, Industri pertembakauan nasional Indonesia adalah salah satu industri yang memberikan konstribusi besar bagi APBN, dan penyerap tenaga kerja yang besar, dan memberikan multiplier effect bagi masyarakat.

 Gabriel melanjutkan, Indonesia yang didesak untuk melaksanakan kebijakan ini terancam kehilangan sumber pendapatan APBN-nya dari industri tembakau dan masalah kehilangan peluang kerja bagi rakyat yang selama ini menggantung kehidupannya di dunia pertembakauan.

Di sisi lain, kebijakan ini menguntungkan kepentingan bisnis nikotin dari industri Big Pharma di negara-negara maju yang tidak berikan konstribusi bagi sumber pendapatan APBN dan tidak menyerap tenaga kerja bagi sebagaimana industri tembakau nasional, mulai dari hilir hingga hulu.

“ Ini jelas timbulkan ketidakadilan sosial internasional. Lihat juga kasus larangan bagi rokok kretek Indonesia untuk masuk dan diperdagangkan di Amerika. Sementara, rokok Amerika bisa masuk dan diperdagangkan di Indonesia. Ini juga menggambarkan ketidakadilan sosial internasional. Hal-hal seperti ini yang mesti diperhatikan dalam pembuatan UU pertembakauan itu,” ujar Gabriel.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas