Gamawan Fauzi Ungkap Sri Mulyani Ikut Bahas Anggaran e-KTP di Kantor Wapres
Anggaran untuk pengadaan KTP elektronik sebelum disahkan dibahas terlebih dahulu di kantor wakil presiden.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Adi Suhendi
"Setelah itu, saya tambah lagi supaya didampingi BPKP. Jadi sudah selesai audit RAB itu," katanya.
Setelah semuanya dianggap lengkap, baru tender pengadaan e-KTP dilakukan, didampingi LKPP, BPKP, dan 15 kementerian.
"Malah saya nggak ikut. Setelah itu selesai tender, panitia lapor ke kami," kata Gamawan Fauzi.
Untuk meyakinkan dirinya, Gamawan kembali meminta BPKP untuk kembali melakukan audit.
Karena masih belum percaya, Gamawan kemudian mengirimkannya kembali ke KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung untuk pendampingan.
Pendampingan tersebut merujuk kepada Pasal 83 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Pasal tersebut menyebutkan kontrak dapat dibatalkan jika ada indikasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
"Sampai sekarang belum dijawab firm oleh KPK. Bagaimana kita mau tahu, terus diperiksa setiap tahun oleh BPK," katanya.
"Terus BPK memeriksa lagi dengan tujuan tertentu, tidak pernah ada temuan sampai sekarang," tambah dia.
Gamawan pun mengaku kaget ketika mendapat keterangan bahwa pengadaan e-KTP merugikan negara Rp 1,1 triliun.
Pada kasus tersebut, KPK telah menetapkan dua tersangka.
Dua tersangka tersebut adalah Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto.
Serta bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman.
Negara diduga menderita kerugian Rp 2 triliun akibat korupsi pengadaan e-KTP dari total nilai proyek Rp 6 triliun.