Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Beda Jokowi dan JK Soal Golkar

Di awal masa pemerintahan, Joko Widodo - Jusuf Kalla hanya didukung koalisi yang menguasai suara minoritas di parlemen, yakni 208 dari 560 kursi.

Editor: Adi Suhendi
zoom-in Beda Jokowi dan JK Soal Golkar
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla serta didampingi sejumlah menteri menggelar pertemuan dengan ketua lembaga tinggi negara di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (26/10/2016). Pertemuan yang dihadiri Ketua MPR Zulkifli Hasan, Wakil Ketua MPR EE Mangindaan dan Hidayat Nurwahid, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dan Taufik Kurniawan, Ketua MK Arif Hidayat, Ketua MA Hatta Ali, dan Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari membahas soal reformasi hukum.TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Sebelumnya saat pembukaan, Presiden dan Wakil Presiden menghadiri acara tersebut.

Juru Bicara Jusuf Kalla, Husain Abdullah mengklarifikasi bahwa jadwal Munaslub bentrok dengan jadwal Wakil Presiden.

Dalam acara Munaslub tersebut, agenda pemilihan ketua memang molor dari jadwal.

Sedangkan terkait kemenangan Setya Novanto, Jusuf Kalla sempat berkomentar "Ya baiklah, prosesnya tadi malam bagus sekali."

Kemenangan Setya Novanto itu tentunya akan berdampak buruk bagi partai, karena hubungan Setya Novanto dengan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sedang rusak karena kasus "Papa Minta Saham".

Padahal baik pemerintah maupun Partai Golkar saling membutuhkan satu sama lain.

Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya.

Berita Rekomendasi

Setay Novanto sebelum Desember 2015 adalah Ketua DPR RI.

Ia akhirnya harus lengser setelah dilaporkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said.

Sang menteri awalnya menerima laporan dari Direktur Utama PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, soal bagaimana Setya Novanto menjual nama Presiden dan Wakil Presiden, demi jatah saham.

Dalam rekaman perbincangan antara Setya Novanto, Riza Chalid, dan Maroef Sjamsoeddin Setya Novanto sempat berkata menyinggung Presiden Joko Widodo.

"Pengalaman saya ya Pak. Presiden ini agak koppig (kopeh, bahasa belanda untuk keras kepala) tapi bisa merugikan semua. Rusaklah kita punya di lapangan,"

Jokowi kemudian marah saat kasus tersebut mulai menjadi perhatian publik.

"Nggak apa-apa dikatakan presiden gila, presiden syaraf, presiden koppig, nggak apa-apa. Tapi kalau sudah menyangkut wibawa, mencatut minta saham sebelas persen, itu yang saya nggak mau. Nggak bisa!"

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas