Panitera dan Dua Hakim PN Jakpus Didakwa Terima Suap 28 Ribu Dolar Singapura dari Pengacara
Santoso didakwa menerima suap bersama-sama dengan dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yakni Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mendakwa Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Muhammad Santoso menerima suap sebanyak 28 ribu Dolar Singapura.
"Selaku penyelenggara negara telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan menerima hadiah atau janji yaitu menerima pemberian berupa uang sebesar 28 ribu (dolar Singapura)," kata Jaksa Asri Irwan saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Senin (14/11/2016).
Jaksa menjelaskan, Santoso didakwa menerima suap bersama-sama dengan dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yakni Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya.
Partahi diketahui salah satu anggota majelis hakim dalam perkara sidang dugaan pembunuhan I Wayan Wirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso.
Uang suap dalam bentuk 28 ribu dolar itu diterima Santoso bersama Partahi dan Casmaya dari advokat Raoul Adhitya Wiranatakusumah. Uang diberikan melalui anak buah Raoul di Firma Hukum Wiranatakusumah Advocate & Legal Consultant bernama Ahmad Yani.
Maksud Raoul menyerahkan uang agar hakim menolak gugatan perdata yang diajukan PT Mitra Maju Sukses (MMS) Nomor 503/PDT.G/PN.JKT.PST terhadap PT Kapuas Tunggal Persada (KTP), Wiryo Triono, dan Carey Ticoalu. Raoul diketahui merupakan pengacara pihak PT KTP.
Perkara tersebut ditangani oleh tiga majelis hakim. Yakni Partahi Tulus Hutapea selaku ketua, serta beranggotakan Casmaya dan Agustinus Setya Wahyu.
Pemberian uang dilakukan setelah perkara tersebut diputus oleh majelis hakim pada 30 Juni 2016. Uang Rp 300 juta yang sudah diambil sebelumnya oleh Yani atas perintah Raoul kemudian ditukarkan dalam bentuk 30 ribu dolar.
Yani kemudian membagi uang tersebut menjadi 25 ribu dolar yang ditaruh di dalam amplop dan berkodekan 'HK' yang berarti untuk hakim. Sementara SGD 3 ribu ditaruh di amplop dengan kode 'SAN' yang diperuntukkan untuk Santoso. Sedangkan sisanya, 2 ribu dolar dikantongi oleh Yani.
Santoso kemudian mengambil uang tersebut di kantor Raoul di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Beberapa saat setelahnya, Santoso diciduk Tim Satgas KPK.
Atas perbuatan tersebut, Santoso didakwa melanggar Pasal 12 huruf c dan Pasal 12 huruf b dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.