KPK Akui Kekurangan Bukti Kembangkan Suap Reklamasi Teluk Jakarta
"Bahwa memang tidak cukup alat bukti untuk membawa seseorang itu ke persidangan atau untuk dilakukan penyidikan,"
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui pihaknya kekurangan bukti untuk menjerat pihak lain sebagai tersangka kasus suap pembahasan reklamasi Teluk Jakarta.
"Dulu awalnya, kita berharap kasus itu bisa berkembang. Dari sekedar suap ke Sanusi, bisa kita kembangkan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Plaza Festival, Jakarta, Jumat (19/11/2016).
Namun, dari fakta-fakta persidangan dan hasil ekspose dengan penyidik dan penuntut umum tidak ditemukan keterkaitan pihak lain dalam kasus tersebut.
"Ternyata ya seperti itu. Kita kan terbuka," imbuhnya.
Alexander membantah pihaknya mendapat campur tangan dari pihak-pihak tertentu dalam penanganan kasus-kasus tersebut.
Alexander menegaskan penanganan kasus tersebut memang disesuaikan berdasarkan alat bukti yang dimiliki.
"Kalau fakta persidangan kurang cukup alat bukti yang ditemukan, kita harus fair juga dong," katanya.
"Bahwa memang tidak cukup alat bukti untuk membawa seseorang itu ke persidangan atau untuk dilakukan penyidikan," tambah Alexander.
Sebelumnya, reklamasi di Jakarta berujung suap.
KPK menangkap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi karena menerima suap Rp 2 miliar dari Presiden Direktur (sudah diberhentikan) Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Dalam kasus tersebut, dua tersangka sudah berstatus terpidana yakni Ariesman dan stafnya Podomoro Trinanda Prihantoro.
Ariesman divonis tiga tahun sementara Trinanda divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan penjara.
Keduanya sudah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung.
Sementara Sanusi hingga kini masih berstatus terdakwa di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Proyek tersebut kini dilanjutkan kembali.